GEDANGAN, SIDOARJONEWS.id — Partisipasi perempuan dan kaum disabilitas dalam Pemilu perlu mendapat perhatian lebih. Bawaslu Sidoarjo pun mendorong partisipasi berbasis Gender Equality and Social Inclusion (GESI) lebih ditingkatkan.
Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu Sidoarjo Agisma Dyah Fastari mengatakan hak politik di Pemilu antara perempuan dan laki-laki sama.
Syarat-syarat untuk maju sebagai calon legislatif maupun jabatan publik lainya juga sama. Bahkan partai politik peserta pemilu diwajibkan memenuhi kuota 30 persen caleg perempuan.
“Sayang meski sudah ada kuota caleg perempuan 30 persen terkadang susah untuk memenuhinya,” kata Agis saat sosialisasi pengawasan di salah satu hotel di kawasan Gedangan, Sidoarjo, Rabu (8/11/2023).
Sosialisasi yang melibatkan organisasi perempuan, disabilitas dan juga media, Agis mengatakan masih ada stereotip yang melemahkan peran perempuan.
Budaya patriarki yang menganggap perempuan dibawah laki-laki masih kental di Indonesia.
Milla Ahmadia Apologia Akademisi Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida) menjelaskan perempuan merupakan kaum mayoritas di mana pun berada. Sehingga kualitasnya harus terus ditingkatkan.
“Jangan hanya datang mencoblos tanpa tahu latar belakang yang dipilih. Apalagi hanya menunggu serangan-serangan itu,” ungkapnya.
Menurut Milla, partisipasi perempuan dalam Pemilu terbagi ke dalam dua hal. Yaitu spectator atau gladiator. Kalau spectator ialah perempuan yang datang dan memilih di TPS.
Kalau perempuan memilih gladiator yaitu terlibat dalam proses politik, baik sebagai peserta maupun penyelenggara. “Sekarang semuanya sama-sama terbuka lebar,” terangnya.
Hak kaum disabilitas juga menjadi perhatian Bawaslu Sidoarjo. Sebab jumlah pemilih kaum disabilitas cukup besar. Fasilitas untuk menunjang mereka dalam memberikan hak pilih harus dipenuhi.
Ketua Komunitas Disabilitas Jawa Timur Soelistiyowati menyampaikan aksesibilitas Pemilu harus ramah bagi kaum disabilitas. Sebab hal itu sangat berpengaruh terhadap partisipasi mereka.
Soelis mencontohkan kalau aksesibilitas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) tidak ramah untuk kaum disabilitas maka meraka enggan datang ke TPS.
“Tempat pemungutan suara dinilai menyulitkan maka biasanya enggan datang,” ucapnya.
Menurutnya, tempat pemungutan suara harus datar. Tidak bertingkat atau berada di tempat yang tinggi dari tanah. Tujuannya tidak lain agar memudahkan kaum disabilitas yang mengenakan kursi roda atau tongkat.
“Bagi yang mengalami masalah penglihatan juga harus dipikirkan, surat suaranya juga harus disesuaikan,” imbuhnya.
Ketua KPU Sidoarjo Mukhamad iskak mengatakan, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di Sidoarjo mencapai 1.461.542 pemilih. Nah, 5.203 di antaranya merupakan kaum disabilitas.
Menurut Iskak, kaum disabilitas harus mendapat perhatian lebih agar hak politiknya benar-benar terpenuhi. Ia mengaku KPU Sidoarjo tidak pernah menolak jika ada kaum disabilitas daftar Ad-hoc. Jika memenuhi syarat akan tetap diterima.
“Saya contohkan di desa saya, Entalsewu ada Ad-hoc dari teman-teman disabilitas. Kita tidak pernah bedakan. Asal memenuhi syarat kita akan terima,” ucapnya.
Di sisi lain, bagi kaum disabilitas yang mengalami masalah penglihatan, KPU menyediakan fasilitas berupa alat bantu huruf braille. “Kami pastikan saat pemilihan,” pungkasnya. (Ipung)