KOTA, SIDOARJONEWS.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo menggelar rapat dengar pendapat terkait duduk perkara pelantikan dan pembatalan 495 Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkab Sidoarjo pada 22 Maret 2024 kemarin. Rapat ini dilaksanakan di ruang Paripurna DPRD Sidoarjo, Senin (22/4/2024).
Dalam rapat kali ini dihadiri Ketua DPRD Sidoarjo, H. Usman dan Ketua Komisi A, Moch Dhamroni Chudlori, bersama anggota lainnya. Ada juga ahli hukum tata negara Dr. Rusdianto Sesung, S.H., M.H., yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya.
Dari sisi eksekutif, dihadiri Sekretaris Daerah (Sekda) Fenny Apridawati dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sidoarjo, Budi Basuki, serta pejabat terkait lainnya. Ketua Bawaslu Sidoarjo, Agung Nugraha dan Ketua KPU Sidoarjo M. Iskak juga ikut hadir.
Menurut pendapat ahli hukum tata negara Dr. Rusdianto Sesung, S.H., M.H., bahwa pelantikan yang dilakukan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor tetap sah secara hukum. Namun, menurutnya, cacat secara prosedur karena melanggar Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Surat pembatalan yang kedua, yang baru berlaku pada 30 April besok, juga sah. Menurutnya, karena salah satu isi suratnya adalah membatalkan keputusan pertama.
Lebih jauh dikatakan Dr. Rusdianto Sesung, S.H., M.H., kalau cacat prosedur itu dapat dibatalkan. Misal, keputusan tanggal 22 Maret, baru dibatalkan 27 Maret. Dari tanggal 22 Maret itu keputusannya sah, dari tanda tangan dan lain sebagainya itu sah. Baru tidak sah setelah tanggal 27 Maret itu.
“Jadi keputusan pelantikan 22 Maret itu, suka tidak suka, itu tetap sah. Cuma masalahnya gampang dibatalkan. Ada tiga pihak yang bisa membatalkan, si pembuat kebijakan itu sendiri, atasan si pembuat kebijakan, dan pengadilan,” terangnya.
Karena sudah cacat prosedur bagaimana pembatalannya, Sesung menjelaskan, pasal 66 dan pasal 71 UU Nomor 30 Tahun 2014, harus ada pembatalan. Kemudian, ada keputusan baru yang isinya mengembalikan ASN pada jabatan sebelumnya.
Dasar pembatalan jika ditemukan cacat prosedur itu disebutkan bahwa 5 hari kerja sejak diterimanya Surat Edaran (SE) Mendagri terkait larangan mutasi 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon Pilkada.
“Patokannya itu 5 hari kerja sejak bupati menerima SE Kemendagri itu,” ujarnya.
Kapan menerima SE Mendagri? Kepala BKD Sidoarjo, Budi Basuki, menyampaikan bahwa pihaknya belum menerima surat edaran tersebut secara resmi. Hal tersebut juga dikuatkan Sekda Fenny Apridawati.
“Kami juga mengecek di e-buddy, SE Mendagri belum masuk,” ujar Fenny.
Dasar pembatalan pelantikan tersebut karena sudah terjadi kegaduhan adanya SE Mendagri yang sudah banyak beredar di media sosial.
“Karena sudah gaduh kami ambil inisiatif untuk melakukan pembatalan sambil melakukan upaya mendapatkan persetujuan tertulis dari Mendagri,” pungkasnya.
Hasil rapat dengar pendapat ini diputuskan DPRD Sidoarjo dan Pemkab Sidoarjo akan berkonsultasi langsung dengan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) RI dalam Minggu ini. (ipung)