KOTA, SIDOARJONEWS.id – Setiap desa di Sidoarjo memiliki cerita unik di balik penamaannya. Salah satunya adalah Desa Durungbedug, yang berada di ujung barat Kecamatan Candi dan berbatasan langsung dengan Kecamatan Tulangan. Nama Durungbedug terdengar istimewa karena dalam bahasa Jawa bermakna “sebelum dzuhur”.
Bagi masyarakat setempat, penamaan desa ini sering menjadi bahan perbincangan. Bedug sendiri kerap dimaknai sebagai penanda tibanya waktu salat dzuhur, sehingga nama Durungbedug seakan menyimpan makna filosofis tersendiri.
Agus (40 tahun), warga setempat, menceritakan bahwa ia pernah mendengar kisah tutur dari para pendahulu desa. Konon, wilayah Durungbedug dulunya merupakan hutan lebat yang belum pernah tersentuh manusia. Hingga suatu ketika, sepasang petani yang terusir dari pemukiman utara nekat membabat alas di kawasan tersebut.
“Dulu katanya ada sepasang suami istri yang mendirikan gubuk di sini. Mereka menebang hutan untuk dijadikan ladang padi dan tebu,” terang Agus saat ditemui.
Ia menambahkan, pasangan tersebut selalu memulai aktivitas membabat alas sejak pagi hingga berhenti sebelum waktu dzuhur. Kebiasaan itulah yang kemudian diyakini masyarakat sebagai cikal bakal munculnya nama “Durungbedug”.
“Apakah benar itu asal nama desa, saya tidak bisa memastikan. Saya hanya mendengar cerita dari para mbah-mbah,” ujarnya.
Sementara itu, penelusuran sejarah juga dilakukan oleh Komunitas Sidoarjo Masa Kuno. Ketua komunitas, dr. Sudi Harjanto, menyebut bahwa nama Durungbedug sudah tercantum dalam peta lama milik Belanda tahun 1892.
“Kemungkinan besar nama itu sudah ada sebelum peta dibuat. Nama-nama lain seperti Bedug dan Banjar baru muncul sekitar tahun 1900-an,” ungkapnya.
Menurut Sudi, hasil penelitian komunitasnya menunjukkan bahwa asal-usul Durungbedug tidak hanya bisa ditelusuri dari cerita tutur masyarakat. Berdasarkan dokumen Belanda, kata tersebut berakar dari istilah “Durun” yang berarti lumbung padi kecil.
“Durun bisa juga diartikan sebagai kuali atau wadah penyimpanan. Jadi, nama itu merujuk pada sesuatu yang memang ada di wilayah ini,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan, bahwa masyarakat zaman dahulu sering menamai desa atau kawasan sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar. Hal itu menjadi penanda geografis sekaligus sosial bagi masyarakat di masa lalu.
Keunikan penamaan Desa Durungbedug pun menjadi bagian dari kekayaan sejarah lokal Sidoarjo. Antara mitos yang berkembang dan bukti peta sejarah, keduanya melengkapi narasi perjalanan desa yang hingga kini masih menyimpan cerita menarik untuk ditelusuri. (Hnf)