KOTA, SIDOARJONEWS.id – Muhammad Anas, mantan Kepala Desa Kletek, Kecamatan Taman, Sidoarjo, dituntut hukuman satu tahun 10 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan kasus korupsi Dana Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (5/11).
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa denda sebesar Rp 50 juta dengan subsider enam bulan kurungan.
Jaksa KPK, Esti Harjanti menyatakan, bahwa Anas terbukti bersalah atas kasus korupsi dana PTSL yang totalnya mencapai Rp 114 juta.
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dengan menikmati hasil kejahatan yang merugikan negara,” kata Esti dalam persidangan.
Terkait hal ini, Jaksa juga menilai, bahwa Anas sebagai kepala desa seharusnya menjadi contoh yang baik bagi masyarakat. Namun, justru terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Tuntutan terhadap Anas didasarkan pada beberapa hal yang memberatkan, diantaranya adalah peranannya dalam menikmati hasil korupsi tersebut. Selain itu, sebagai pejabat publik, Anas dianggap gagal memberikan teladan yang baik kepada masyarakat desa.
Namun, ada beberapa hal yang meringankan, seperti kenyataan bahwa Anas adalah tulang punggung keluarga, menyesali perbuatannya, serta berjanji untuk tidak mengulangi tindakannya di masa depan. Selain itu, Anas juga telah mengembalikan uang hasil korupsi senilai Rp 114 juta.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Sekretaris Desa Kletek, Ulis Dewi Purwanti, juga dituntut oleh JPU KPK dengan pidana penjara dua tahun empat bulan, dikurangi masa tahanan. Selain itu, Ulis juga diharuskan membayar denda sebesar Rp 50 juta dengan subsider enam bulan kurungan.
Tidak hanya itu, Ulis diwajibkan membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 94,7 juta. Jika tidak membayar, maka JPU akan menyita barang-barang milik Ulis untuk menutupi nilai pengganti tersebut.
Jaksa KPK menilai, bahwa Ulis turut menikmati hasil korupsi dana PTSL yang merugikan negara. Hal ini menjadi salah satu faktor yang memberatkan tuntutan terhadapnya.
Di sisi lain, hal yang meringankan bagi Ulis adalah kenyataan bahwa ia belum pernah dihukum sebelumnya, serta pengakuannya atas perbuatannya dan penyesalannya. Ulis juga berjanji tidak akan mengulangi kesalahan serupa di masa depan.
Pada persidangan ini, Jaksa KPK menegaskan pentingnya menindak tegas para pejabat yang terlibat dalam tindak pidana korupsi, apalagi yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat. Dengan tuntutan ini, diharapkan pesan bahwa korupsi akan dikenakan sanksi berat dapat semakin menguat, dan para pejabat yang tergoda untuk melakukan penyalahgunaan wewenang dapat lebih berhati-hati. (hnf)