BUDURAN, SIDOARJONEWS.id – Empat hari sudah berlalu sejak bangunan musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, roboh dan menimbun puluhan santri. Harapan besar para orang tua untuk segera menemukan anak-anak mereka berujung pada keputusan yang penuh emosi: penggunaan alat berat untuk mempercepat proses evakuasi.
Dalam pertemuan yang digelar di sekitar lokasi kejadian, para wali santri yang hingga kini masih menunggu kabar kepastian dari anak mereka diminta menyampaikan pendapat. Diskusi berlangsung dengan penuh rasa haru. Setelah mendengar penjelasan dari tim SAR gabungan, para wali akhirnya sepakat untuk mengizinkan penggunaan alat berat.
Keputusan tersebut diambil lantaran masa pencarian darurat atau golden time dinyatakan berakhir. Metode manual menggunakan alat pendeteksi suara maupun komunikasi verbal tidak lagi menunjukkan adanya tanda kehidupan dari dalam reruntuhan.
Pertemuan yang penuh keharuan itu juga dihadiri sejumlah pejabat negara, di antaranya Menko PMK Pratikno, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, serta perwakilan Forkopimda. Kehadiran mereka menunjukkan bahwa pemerintah pusat maupun daerah memberi perhatian penuh terhadap tragedi ini, meski sekaligus menambah beban emosional keluarga korban yang menanti kabar.
Kepala Basarnas Surabaya, Nanang Sigit, menjelaskan bahwa sejak Rabu malam, tim SAR sudah melakukan pencarian manual dengan berbagai metode. Namun hingga Kamis (2/10/2025) siang, tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan.
“Setelah pencarian manual nihil, kami memutuskan membawa opsi penggunaan alat berat. Namun, kami tidak serta-merta menjalankannya sebelum meminta persetujuan keluarga korban. Karena itu, forum dengan wali santri kami gelar, dan mereka akhirnya menyetujui,” kata Nanang.
Ia menegaskan, penggunaan alat berat akan dilakukan dengan penuh kehati-hatian.
“Kami akan memastikan setiap langkah tetap menghormati keberadaan korban. Tidak boleh gegabah. Semua koordinasi akan dilakukan secara terbuka bersama keluarga,” imbuhnya.
Untuk mendukung proses evakuasi dengan skala lebih besar ini, Basarnas menyiapkan sejumlah peralatan penting. Setidaknya ada lima unit crane, 30 ambulans, 300 kantong jenazah, dan 30 dump truck yang akan dikerahkan. Peralatan tersebut digunakan tidak hanya untuk mengangkat puing bangunan, tetapi juga mengevakuasi barang-barang milik korban yang ditemukan di lokasi.
Hingga Kamis sore, tim SAR gabungan dari Basarnas, TNI, Polri, BPBD, relawan, serta unsur masyarakat masih melakukan pencarian dengan metode manual sambil mempersiapkan pergeseran alat berat. Suasana di posko gabungan begitu emosional. Isak tangis keluarga kerap pecah setiap kali ada informasi terbaru yang disampaikan oleh petugas.
Keputusan wali santri merelakan penggunaan alat berat menjadi titik balik penting dalam operasi pencarian Ponpes Al Khoziny. Meski penuh duka, langkah ini diharapkan mempercepat proses evakuasi, sehingga para keluarga segera mendapatkan kepastian mengenai nasib anak-anak mereka.
Bagi para orang tua, kepastian apapun—baik duka maupun kelegaan menemukan anak mereka dalam kondisi selamat—adalah jawaban dari penantian panjang yang penuh rasa harap dan air mata. (Ard)