Minggu, November 23, 2025
BerandaFeaturesJejak Pemimpin Tionghoa di Sidoarjo, dari Letnan hingga Jejak yang Kini Terlupakan

Jejak Pemimpin Tionghoa di Sidoarjo, dari Letnan hingga Jejak yang Kini Terlupakan

KOTA, SIDOARJONEWS.id – Tak banyak yang tahu, di balik sejarah panjang Kabupaten Sidoarjo, tersimpan kisah menarik tentang keberadaan para pemimpin masyarakat Tionghoa di masa kolonial Belanda. Mereka bukan pejabat militer, namun memegang peranan penting dalam urusan sosial, ekonomi, dan administrasi etnis Tionghoa di kota delta ini.

Pada masa pasca-VOC, pemerintah Hindia Belanda menerapkan sistem pengendalian sosial dengan menunjuk tokoh-tokoh dari kalangan Tionghoa yang dianggap berpengaruh dan kaya. Mereka diberi pangkat resmi oleh pemerintah kolonial, bukan sebagai tentara, melainkan simbol jabatan sosial dan administratif.

“Pangkat itu dikenal dengan istilah Leutnant der Chinezen, Kapiten der Chinezen, hingga Majoor der Chinezen. Jabatan tersebut setara dengan kepala komunitas Tionghoa di satu wilayah,” ujar Pegiat Sejarah dan, dr. Sudi Harjanto.

Menurut pria yang juga menjadi Ketua Komunitas Sidoarjo Masa Kuno tersebut, pangkat yang diberikan berbeda di tiap daerah, bergantung pada luas wilayah dan tanggung jawabnya. “Misalnya di Gresik, pemimpinnya berpangkat kapten karena lingkupnya besar dan banyak aktivitas perdagangan. Sedangkan di Sidoarjo, yang ditunjuk hanya berpangkat letnan, karena skalanya lebih kecil,” jelasnya.

Dalam catatan sejarah, tercatat beberapa nama tokoh Tionghoa yang pernah menjabat sebagai Luitenant der Chinezen di Sidoarjo. Mereka antara lain Kwee Soei Toan (dilantik 10 Januari 1866), The Tjing Liang (10 Oktober 1876), Lo Bing Kie (30 Mei 1891), The Sioe Sing (28 November 1912), dan Lim Tjing Hay (20 Agustus 1926).

Para letnan ini bertugas membantu pemerintah kolonial dalam urusan administrasi warga Tionghoa, seperti pendataan, pajak, dan mediasi hukum adat. Selain itu, mereka juga menjadi penghubung antara komunitas Tionghoa dan pejabat Eropa di tingkat Resident Surabaya, yang saat itu membawahi wilayah Sidoarjo.

Namun, sekitar tahun 1930-an hingga awal 1940-an, jabatan Luitenant der Chinezen di Sidoarjo mendadak tidak lagi diangkat. “Belum ada catatan pasti, tapi kemungkinan karena struktur pemerintahan kolonial mulai berubah menjelang masa pendudukan Jepang. Sistem kepemimpinan lokal banyak dihapus,” terang dr. Sudi.

Kini, nama-nama para letnan Tionghoa itu tinggal tercatat dalam arsip kolonial dan naskah tua. Namun jejak mereka masih bisa dikenali lewat peninggalan budaya, permukiman lama, serta kisah tutur masyarakat keturunan Tionghoa di Sidoarjo yang terus menjaga ingatan sejarah leluhur mereka. (Hnf)

BERITA LAINNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

IKUTI

9,212FansSuka
26,893PengikutMengikuti
36,400PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

BERITA POPULER