Asal-Usul Unik Dusun “Jangan Asem” di Jabon, Sering Diartikan Sayur Asem, Berikut Faktanya!

0
104
Nama Dusun Janganasem, Kecamatan Jabon/Foto: Istimewa
Nama Dusun Janganasem, Kecamatan Jabon/Foto: Istimewa

KOTA, SIDOARJONEWS.id – Nama “Jangan Asem” mungkin terdengar lucu dan menggelitik di telinga. Sekilas seperti nama menu masakan rumahan jika diartikan ke bahasa indonesia adalah menu makanan “Sayur Asam”. Namun, siapa sangka nama itu ternyata milik sebuah dusun di wilayah selatan Kabupaten Sidoarjo yang menyimpan cerita panjang dan aroma sejarah masa lampau.

Dusun Jangan Asem berada di Desa Trompoasri, Kecamatan Jabon. Warga sekitar sudah terbiasa mendengar candaan orang luar desa yang mengira nama itu berasal dari kebiasaan warga yang gemar memasak sayur asem. Padahal, kisah di baliknya jauh lebih menarik.

Mia, salah satu warga setempat, menuturkan bahwa penamaan Jangan Asem diyakini berawal dari kisah lama yang turun-temurun diceritakan para sesepuh. Menurutnya, di masa dahulu wilayah itu dipenuhi pohon asem dan menjadi tempat hidup hewan menjangan atau rusa.

“Cerita yang sering saya dengar dari mbah-mbah dulu, ada seekor menjangan mati di bawah pohon asem. Dari situlah dulu disebut ‘Njangan Asem’, yang lama-lama berubah jadi Jangan Asem,” ungkap Mia.

Meski demikian, penamaan Dusun Jangan Asem menjadi bagian menarik dari khazanah toponimi atau ilmu asal-usul nama tempat di Sidoarjo. Menurut dr. Sudi Harjanto, Ketua Komunitas Sidoarjo Masa Kuno, banyak nama wilayah di Kabupaten Sidoarjo memang berakar dari vegetasi atau tumbuhan yang tumbuh dominan di daerah tersebut.

“Kalau dilihat dari sejarah dan peta era kolonial, banyak nama desa di Sidoarjo diambil dari nama tanaman. Misalnya Pilang, Pejarakan, dan masih banyak lagi. Ada sekitar 300 nama tumbuhan yang dipakai sebagai nama daerah,” terangnya.

Selain dari vegetasi, lanjut Sudi, beberapa nama wilayah juga muncul akibat peristiwa tertentu atau keberadaan tokoh yang berpengaruh di masa itu. Ia mencontohkan Kota Surabaya yang namanya diyakini muncul dari peristiwa pertempuran simbolik antara ikan sura dan buaya.

“Nama-nama seperti Bokongduwur, Bokongngisor, Durung Beduk, hingga Jangan Asem, semuanya menarik karena memiliki akar budaya yang kuat. Bahkan, nama-nama itu sudah tercantum dalam peta kuno sejak tahun 1800-an,” jelasnya.

Sudi menegaskan, kajian soal asal-usul nama daerah seperti Jangan Asem menjadi penting untuk menjaga memori kolektif dan identitas budaya Sidoarjo. “Toponimi bukan hanya soal nama, tapi juga cara masyarakat masa lalu mengenali lingkungannya,” pungkasnya.

Kini, Dusun Jangan Asem bukan hanya dikenal karena keunikan namanya, tapi juga menjadi simbol warisan tutur yang masih hidup di tengah masyarakat Jabon — bukti bahwa setiap nama daerah di Sidoarjo menyimpan kisah yang layak dijaga dan dituturkan lintas generasi. (Hnf)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini