KOTA, SIDOARJONEWS.id — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo merespon temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait temuan pemanfaatan aset oleh Perumda Delta Tirta.
Komisi B DPRD Sidoarjo sudah melakukan rapat internal untuk meminta keterangan masalah pemanfaatan aset tanah sejak tahun 2010 tanpa didasari perjanjian yang jelas.
“Sudah kami lakukan rapat internal (Komisi B) untuk memanggil direksi (Perumda Delta Tirta),” kata Ketua Komisi B DPRD Sidoarjo, Bambang Pujianto saat dikonfirmasi, Selasa (17/10/2023).
Dari internal yang diikuti anggota Komisi B, lanjut Bambang, disepakati komisi yang membidangi perekonomian ini akan memanggil Direksi Perumda Delta Tirta dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sidoarjo.
“Kamis (19/10), akan kami panggil Direksi Perumda Delta Tirta dan BPKAD, agar masalah ini cepat bisa diselesaikan,” ucapnya.
Seperti yang diketahui, Perumda Delta Tirta menggunakan tanah eks Tanah Kas Desa (TKD) di Dusun Ngingas, Kelurahan Krian, Sidoarjo yang dijadikan IPA Krian tanpa perjanjian yang jelas.
Apakah itu sewa menyewa? Apakah dijadikan penyertaan modal? Ini belum jelas hingga sekarang. Dari temuan BPK RI, Perumda Delta Tirta tidak membayar sewa sejak 2010 sampai 2022.
Dorong Perumda Delta Tirta Selesaikan Polemik Penggunaan Aset
Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) senilai Rp 46 jutaan pertahun tidak masuk ke Pemkab Sidoarjo.
Dari temuan ini, BPK RI memerintahkan agar sewa menyewa tanah ini dilengkapi perjanjian yang sesuai ketentuan.
Selain itu, Perumda Delta Tirta juga diperintahkan membayar uang sewa tanah kepada Pemkab Sidoarjo.
Direktur Studi Advokasi dan Advokasi Kebijakan Anggaran (SAKA) Abd. Basith,mendorong permasalahan pengunaan aset antara Pemkab Sidoarjo dengan Perumda Delta Tirta segera diselesaikan.
Sebab, dalam Perda Nomor 1 Tahun 2022, tentang pengelolaan barang milik daerah dijelaskan pemanfaatan aset daerah bisa dilakukan dalam bentuk sewa.
Kemudian, bisa juga pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan dan bangun serah guna atau kerjasama penyediaan infrastruktur.
“Jadi pihak yang ingin menggunakan barang daerah seharusnya mematuhi ketentuan yang berlaku, meski itu perusahaan milik daerah sendiri,” ucapnya.
Dengan adanya perjanjian yang jelas, lanjut mahasiswa Magister Hukum Ubhara Surabaya itu maka potensi pendapatan daerah senilai Rp 46 juta per tahun tidak sia-sia alias bisa masuk ke kas daerah.
“Karena ini ada potensi pendapatan daerah yang tidak masuk. Sehingga menguap begitu saja tanpa ada kejelasan,” pungkasnya. (Ipung)