KOTA, SIDOARJONEWS.id — Komitmen Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo dalam melestarikan warisan budaya lokal kembali mendapatkan sorotan publik. Setelah sebelumnya menaruh perhatian terhadap berbagai bentuk budaya tradisional, kini fokus diarahkan pada pelestarian warisan budaya tak benda berupa batik khas Sidoarjo.
Batik tersebut bukan hanya sekadar kain bermotif indah, melainkan juga simbol identitas kultural dan kebanggaan masyarakat Kota Delta.
Bupati Sidoarjo, Subandi, melalui serangkaian pernyataannya dalam beberapa kesempatan, menegaskan bahwa pelestarian batik ini menjadi bagian dari langkah besar Pemkab dalam menghidupkan kembali nilai-nilai lokal. Salah satu gagasan konkret yang tengah digagas adalah penerapan kebijakan wajib mengenakan batik khas Sidoarjo bagi kalangan pelajar serta Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas di lingkungan pemerintahan daerah.
Kebijakan tersebut dirancang untuk mendorong peningkatan rasa cinta dan bangga terhadap produk budaya lokal. Diharapkan, dengan adanya kewajiban mengenakan batik pada hari-hari tertentu dalam sepekan atau dalam momen-momen khusus, akan tercipta kebiasaan baru yang berujung pada pelestarian jangka panjang terhadap kerajinan batik Sidoarjo.
“Sekarang masih dalam tahap gagasan. Peraturan Bupati (Perbup)-nya sedang kami kaji dan rumuskan secara menyeluruh. Karena saya ingin masyarakat Sidoarjo, terutama generasi mudanya, bangga menggunakan batik asli buatan daerah sendiri,” ujar Subandi, saat ditemui usai kegiatan resmi di Pendopo Delta Wibawa, pada Senin (2/6/2025).
Menurut Subandi, batik khas Sidoarjo sebenarnya sudah memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri, baik dari sisi motif maupun teknik pembuatannya. Namun, masih banyak masyarakat yang belum menyadari potensi dan nilai seni tinggi yang terkandung di dalamnya. Ia menyayangkan jika batik Sidoarjo hanya menjadi pelengkap pada acara formal atau sekadar simbol budaya yang tidak dimaknai lebih dalam oleh generasi penerus.
“Selama ini batik hanya dianggap milik orang tua atau generasi lama. Padahal, jika dikemas secara menarik dan modern, batik bisa menjadi fashion statement yang sangat keren dan membanggakan,” tegasnya.
Ia menyebut, upaya ini juga merupakan bentuk keberpihakan terhadap para pelaku industri batik lokal, terutama pengrajin kecil dan menengah (UMKM) yang selama ini bertahan dalam gempuran produk massal. Sebagian besar pengrajin tersebut merupakan pelaku usaha rumahan yang diwariskan secara turun-temurun. Mereka menghadapi tantangan besar mulai dari keterbatasan modal, pemasaran, hingga kesadaran konsumen lokal yang rendah.
Menurut data dari Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Sidoarjo, saat ini tercatat ada puluhan unit usaha batik aktif yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan. Jumlah tersebut memang tidak sebanyak daerah-daerah lain yang sudah memiliki nama besar di industri batik nasional seperti Pekalongan atau Solo. Namun, potensi pengembangan batik Sidoarjo sangat besar jika didukung oleh pasar lokal yang loyal dan kebijakan pemerintah yang berpihak.
“Kalau setiap ASN dan pelajar di Sidoarjo memakai batik buatan pengrajin lokal minimal seminggu sekali, maka perputaran ekonomi mereka akan naik signifikan. Itu baru dari sisi pengguna internal daerah. Belum lagi jika nanti ada pengembangan pasar luar daerah,” jelas Subandi.
Ia menambahkan bahwa kebijakan ini tidak akan serta-merta diberlakukan. Pemkab Sidoarjo akan terlebih dahulu melakukan sosialisasi bertahap di lingkungan sekolah-sekolah, instansi pemerintahan, dan melalui kegiatan budaya masyarakat. Proses ini juga akan disertai pendampingan dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk para pendidik, kepala sekolah, organisasi guru, dan pelaku UMKM.
“Insyaallah, tahun depan kita sudah mulai menjalankan kebijakan ini secara resmi. Tapi tahap awalnya adalah membangun kesadaran dan menumbuhkan rasa memiliki dari masyarakat,” lanjutnya.
Motif Batik Sidoarjo: Refleksi Keindahan dan Makna Filosofis
Batik khas Sidoarjo memiliki ragam motif yang tidak hanya indah secara visual, namun juga menyimpan makna filosofis yang mendalam. Tiap motif menggambarkan kekayaan budaya, kehidupan sosial, dan lingkungan alam yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat Sidoarjo.
Salah satu motif andalan adalah Motif Sekar Jagad. Motif ini terkenal karena menggabungkan berbagai elemen flora dan fauna lokal dalam bentuk komposisi artistik yang harmonis. Warna-warnanya cenderung cerah namun tetap selaras, mencerminkan semangat kebersamaan dalam keberagaman.
Motif lain yang tak kalah menarik adalah Motif Bunga Kenongo, bunga yang memiliki aroma harum dan sering digunakan dalam ritual adat Jawa. Dalam batik, kenongo menjadi simbol dari kesucian, keanggunan, dan keberkahan. Tak heran jika motif ini sering dipilih sebagai busana untuk perempuan dalam acara penting seperti pernikahan atau kegiatan keagamaan.
Ada juga Motif Cecekan, yang berupa titik-titik kecil nan teliti yang berfungsi sebagai pengisi ruang kosong pada desain utama. Walau tampak sederhana, motif ini justru menunjukkan tingkat ketelitian dan keuletan pengrajin dalam menciptakan detail halus, sehingga memperindah keseluruhan karya.
Motif Kupu-Kupu menjadi salah satu pilihan yang digemari oleh generasi muda. Selain karena bentuknya yang estetis, kupu-kupu dalam budaya Jawa melambangkan proses metamorfosis, harapan baru, dan kebebasan. Penggunaan motif ini dalam desain pakaian sehari-hari, seperti blouse, outerwear, hingga hoodie, memberikan kesan modern dan artistik secara bersamaan.
Sementara itu, Motif Burung Merak memancarkan simbol keanggunan dan kemegahan. Dalam batik, burung merak kerap digambarkan dari sisi samping dengan sayap menutup, yang secara filosofis melambangkan ketenangan dan kepercayaan diri yang tidak ditunjukkan secara mencolok.
Transformasi Batik Menjadi Gaya Hidup Anak Muda
Pemkab Sidoarjo menyadari bahwa pelestarian batik tidak akan maksimal jika hanya dilakukan dengan cara konvensional. Oleh karena itu, strategi edukasi dan pendekatan kreatif menjadi bagian penting dari rencana ini. Pemerintah berencana menggelar lomba desain motif batik untuk pelajar, menghadirkan workshop membatik langsung di sekolah, serta kampanye melalui media sosial yang menyasar pengguna muda.
“Anak-anak zaman sekarang lebih visual, lebih mengikuti tren. Kita harus masuk ke dunia mereka. Maka batik harus dikemas menjadi sesuatu yang bisa dibanggakan dalam gaya hidup modern,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo.
Ia menambahkan, selain sebagai pakaian, batik juga dapat diaplikasikan dalam bentuk produk fashion lainnya, seperti tas totebag, sepatu, jaket denim bermotif batik, hingga aksesori seperti topi dan pouch. Dengan begitu, batik tidak hanya identik dengan acara resmi atau seragam, tapi juga bisa menjadi bagian dari gaya keseharian anak muda.
Sinergi antar instansi juga akan diperkuat. Dinas Koperasi dan UMKM akan memastikan ketersediaan stok batik lokal, sementara Dinas Perindustrian dan Perdagangan akan membantu mendorong promosi dan distribusinya. Beberapa toko daring (marketplace) lokal juga akan dilibatkan untuk memperluas pemasaran produk-produk batik buatan Sidoarjo.
“Ini bukan proyek satu-dua bulan. Ini adalah investasi budaya jangka panjang. Kita ingin anak-anak Sidoarjo mengenal batik sejak dini, dan tumbuh dengan rasa bangga terhadap budaya lokalnya,” pungkas Subandi.
Dengan berbagai upaya yang disinergikan — mulai dari regulasi pemerintah, penguatan ekonomi pelaku batik, pendidikan budaya di sekolah, hingga pelibatan komunitas kreatif — Pemkab Sidoarjo menargetkan batik tidak hanya lestari, tetapi juga naik kelas sebagai produk unggulan daerah yang mampu bersaing di tingkat nasional dan bahkan internasional.
Jika kebijakan ini berhasil diterapkan secara konsisten, bukan tidak mungkin batik khas Sidoarjo akan menjadi ikon baru identitas budaya Kota Delta, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif yang berkelanjutan. (ipung)