TAMAN, SIDOARJONEWS.id – Ribuan ton gula hasil panen petani di Jawa Timur masih menumpuk di gudang pabrik gula. Kondisi ini membuat petani resah karena hasil tebu mereka tidak terserap pasar, salah satunya di Pabrik Gula (PG) Kremboong, Sidoarjo.
Manajer Keuangan dan Umum PG Kremboong, Bastony Choiri, mengatakan gula yang menumpuk di gudang dalam sebulan terakhir sudah mencapai sekitar tiga ribu ton. “Kondisi ini akibat serbuan gula rafinasi yang harganya lebih murah di pasar. Dampaknya petani kesulitan keuangan untuk tebang atau panen tebu,” ujarnya, Rabu (3/9).
Bastony menambahkan, PG Kremboong yang berdiri sejak 1847 memiliki kapasitas giling hingga 2.500 ton tebu per hari, menghasilkan 130 sampai 160 ton gula. Tebu yang digiling tidak hanya berasal dari Sidoarjo, tetapi juga Pasuruan, Malang, Mojokerto, dan Lumajang. “Kalau gula tidak segera terserap, petani bisa terkena denda bila stok berada di gudang lebih dari dua bulan,” jelasnya.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menegaskan pemerintah sudah berkomunikasi dengan Badan Layanan Umum Danantara untuk menyiapkan anggaran penyerapan. “Danantara ke depan akan menyiapkan anggaran Rp 1,5 triliun untuk membeli tebu milik petani. Komunikasi ini sudah lama dilakukan, bahkan di berbagai titik sudah berjalan,” kata Khofifah.
Khofifah mencontohkan pengalaman petani tebu di Lumajang yang sempat mengeluh soal stok gula tak terserap. “Saat itu bisa langsung diserap pada hari yang sama. Artinya komunikasi harus lebih intensif agar logistik masyarakat tersuplai dengan baik dan sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET),” tegasnya.
Meski demikian, pemerintah pusat melalui Danantara saat ini baru membeli stok gula di tujuh pabrik gula di Jatim. Antara lain PG Assembagoes Situbondo, PG Pradjekan Bondowoso, PG Semboro Jember, PG IGG Banyuwangi, PG Gempol Krep Mojokerto, PG Ngadirejo Kediri, dan PG Pesantren Baru Kediri. PG Kremboong belum termasuk dalam daftar tersebut.
Khofifah pun berharap penyerapan tebu dan gula petani di seluruh Jawa Timur bisa segera berjalan merata. “Intinya komunikasi harus ditingkatkan, sehingga petani tidak kesulitan menjual hasil panennya dan masyarakat tetap mendapat pasokan sesuai harga yang ditetapkan,” ujarnya.
Persoalan gula rafinasi yang beredar di pasar rumah tangga disebut menjadi penyebab utama mandeknya penyerapan gula petani. Padahal seharusnya gula rafinasi hanya diperuntukkan bagi kebutuhan industri. Pemerintah dituntut lebih tegas agar petani tidak terus merugi. (Hnf)