WARU, SIDOARJONEWS.id – Dalam kurun waktu enam bulan terakhir, sudah ada dua kepala desa di Sidoarjo yang terjerat permasalahan hukum dalam program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap). Keduanya adalah Kades Klantingsari dan Kades Suko.
Tak ingin hal tersebut terjadi lagi, Wakil Bupati Sidoarjo, H. Subandi memberikan wejangan yang ditujukan kepada para kepala desa dan warganya. Wabup Subandi yang juga pernah menjabat kepala desa selama dua periode, menjelaskan bagaimana proses sertifikasi PTSL.
“Pertama yang harus dilakukan adalah sosialisasi terlebih dahulu di tingkat desa. Kemudian membentuk panitia antara kepala desa dan BPD (Badan Permusyawaratan Desa). Lalu, sosialisasi dilanjutkan ke tingkat dusun. Biasanya di tingkat RT/RW juga dibentuk panitia lagi,” jelasnya saat meresmikan PJU di Desa Wedoro, Kecamatan Waru, akhir pekan kemarin.
Dalam sosialisasi ini diharapkan masyarakat mengetahui berkas apa saja yang diperlukan, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Termasuk soal legalitas tanah yang ditempati. Sebab seringkali legalitas tanah yang ditempati masih berupa induk dan belum dipecah sesuai hak para ahli warisnya. Legalitas yang dimaksud misalnya surat waris atau hibah.
“Benahi dulu legalitasnya. Seringkali ini yang menjadi permasalahan. Misal tanahnya sederet, ahli warisnya lebih dari satu. Sering saat proses pengurusan legalitas ini ada ahli waris yang tidak sepakat dengan lainnya,” ujarnya berdasarkan pengalaman menjadi kades.
Wabup Subandi juga mengingatkan, bila dalam program PTSL ini tidak ada pungutan lebih dari Rp 150 ribu. Termasuk dalam pembuatan surat waris dan hibah, baik di tingkat desa maupun kecamatan tidak boleh ada pungutan.
“Pemerintah Desa dan Kecamatan harus profesional. Kalau masih ada ngurus hibah atau waris dikenakan biaya, ini namanya pungutan liar,” ujarnya.
Setelah itu, barulah mengajukan permohonan ke BPN. Bila masalah legalitas ini sudah terselesaikan, ia yakin proses PTSL tidak akan bermasalah di kemudian hari.
Karenanya, dia mengimbau agar kepala desa tidak takut mengurusi PTSL. Sebab, program ini bila terhambat akan merugikan masyarakat luas. (Affendra F)