KOTA, SIDOARJONEWS.id – Marabahaya Covid-19 terus menghantui di tengah pandemi yang telah berjalan lebih dari setahun ini. Beberapa profesi dihimbau untuk dikerjakan dari rumah masing-masing guna melindungi para pekerja. Namun tidak dengan profesi jurnalis. Ya, para jurnalis masih harus berjibaku memenuhi kebutuhan informasi masyarakat meski resiko terpapar virus Covid-19 ada di depan mata.
Beberapa kawan jurnalis telah berguguran terpapar Covid-19 saat tengah menjalankan kewajibannya. Menunjukkan betapa nyatanya bahaya yang meliputi tugas mulia tersebut. Kini, selain fokus menggali berita yang hendak disampaikan kepada masyarakat, para jurnalis juga harus melakukan proteksi diri secara mandiri kala ia meliput berita.
Salah satu bentuk proteksi diri tersebut ialah dengan menjalankan protokol kesehatan selama melakukan peliputan.
“Selain dari sisi jurnalisnya, dari sisi perusahaan media juga harus peka dengan kondisi ini. Kawan-kawan jurnalis ini perlu dibekali dengan masker, hand sanitizer, bahkan face shield agar terjamin keamanannya saat liputan di lapangan. Sebab tidak ada berita seharga nyawa,” ujar Eben Haezer, Ketua Aliansi Jurnalis Independen Surabaya, Selasa (20/4).
Selain itu, pemanfaatan teknologi digital dalam menggali berita juga menjadi solusi di tengah pandemi ini. Melakukan wawancara melalui panggilan suara Whatsapp atau secara tertulis di chat jauh lebih aman untuk dilakukan.
“Selama narasumber bisa dihubungi, kami menganjurkan wawancaranya dilakukan jarak jauh. Itu yang paling aman saat ini,” ujarnya.
Sebenarnya pemanfaatan teknologi digital tidak hanya berkaitan dengan menggali berita semata. Dalam hal publikasi, teknologi digital saat ini tengah naik daun. Banyak perusahaan media cetak yang pada akhirnya beralih menjadi media digital.
“Transformasi ini sebenarnya bukan dampak pandemi. Memang saat ini sudah eranya media digital. Era dimana masyarakat bisa mengakses beragam informasi dari genggamannya,” ujarnya.
Era media digital ini juga membawa perubahan besar terhadap ritme kerja para jurnalis. Kalau di media cetak, berita yang ditulis oleh para jurnalis akan tayang keesokan harinya, tapi di media digital berita tersebut dituntut tayang beberapa jam setelah peliputan.
Menurut Hadi Santoso, Pemimpin Redaksi (Pemred) portal berita online, www.sidoarjonews.id, kecepatan penulisan dan penayangan sebuah berita menjadi satu hal penting di media digital.
“Tergantung urgensitasnya. Kalau berita tersebut sangat penting maka tidak perlu menunggu lengkap bisa segera ditayangkan, baru disusul informasi tambahan lainnya. Tapi kalau tidak, jurnalis bisa menulis lebih indepth terlebih dahulu,” jelasnya.
Artinya, meski faktor kecepatan itu penting, namun kualitas penulisan juga tetap tidak boleh diabaikan. Selain itu, skill yang harus dimiliki oleh para jurnalis saat ini juga lebih beragam. Seorang jurnalis tidak hanya dituntut untuk bisa menggali berita dan menuangkannya dalam bentuk tulisan saja, namun juga harus bisa mewujudkan berita tersebut dalam bentuk visual di waktu yang sama.
Jadi jurnalis saat ini harus bisa cari berita, menulis, mengoperasikan kamera, membuat video, hingga menjadi reporter di depan kamera sekaligus. Skill-skill ini yang dibutuhkan jurnalis di era digital ini.
Berat? Memang berat. Namun inilah tuntutan zaman. Mereka yang tak mau beradaptasi harus rela tertinggal di belakang. (Affendra F)