SURABAYA, SIDOARJONEWS.id – Sabtu, (10/9) menjadi malam Minggu istimewa bagi warga Kota Surabaya. Bagaimana tidak? Dalam satu malam warga disuguhkan dengan beragam pertunjukan di tiga lokasi berbeda. Jalan Tunjungan, Balai Pemuda (Alun-alun Surabaya), dan di Kawasan Kembang Jepun.
Upaya Kota Surabaya untuk membangkitkan geliat wisata dan perekonomian di kawasan-kawasan bersejarah memang menarik untuk diikuti. Seolah ada saja ide kreatif nan unik yang tercetus untuk diterapkan. Ambil contoh yang terbaru, Pemerintah Kota Surabaya meluncurkan Kya Kya Reborn.
Kawasan pecinan yang juga kerap disebut Kembang Jepun tersebut tak hanya disulap penampilannya dengan memasang pernak-pernik khas pecinan seperti lampion, namun juga diberi “nyawa”. Sekali lagi, nyawa yang ditiupkan tak hanya sekadar menyediakan lapak jajanan, tapi ada pengalaman menarik yang agaknya susah ditolak oleh para wisatawan yang datang.
Dilansir dari laman Pemkot Surabaya, Kya Kya Reborn menawarkan pengalaman khas kampung pecinan. Dimana wisatawan bisa dengan mudah mendapati kuliner khas cina. Tak hanya itu, nanti para pengunjung bisa menaiki becak untuk menelusuri sejarah pecinan masa lampau, ada rumah abuhan, dan juga klenteng.
Kya Kya Reborn menjadi pengembangan wisata perekonomian berbasis kawasan bersejarah teranyar. Sebelumnya, Pemkot Surabaya telah sukses menggelar Tunjungan Romansa dan menghidupkan kembali kawasan Balai Pemuda dengan dibangunnya Alun-alun Surabaya.
Beragam pertunjukkan, hiburan, serta jajanan disediakan di sana. Tunjungan Romansa menawarkan pengalaman wisata kota mirip seperti Malioboro. Dimana wisatawan bisa berjalan-jalan di sepanjang Jalan Tunjungan, kulineran, atau sekadar nongkrong sembari menikmati hiburan yang disediakan.
Sedangkan di Balai Pemuda atau Alun-alun Surabaya, warga bisa menikmati museum, pagelaran seni budaya, atau menikmati air mancur berasapnya.
Meski beda konsep, namun ada satu benang merah yang bisa ditarik dari Kya Kya Reborn, Tunjungan Romansa, dan Alun-alun Surabaya. Yakni bagaimana caranya menarik minat wisatawan untuk datang tanpa menghilangkan nilai sejarahnya serta memberi dampak positif bagi perekonomian masyarakat di sekitar kawasan.
Kini hampir setiap malam kawasan-kawasan bersejarah tersebut selalu dipadati warga. Sebagian mereka bahkan berasal dari kota/kabupaten tetangga seperti Sidoarjo. Warga Sidoarjo rela menempuh satu jam perjalanan menembus rimbanya lalu lintas Kota Delta demi bisa demi bisa menikmati wisata kawasan bersejarah Surabaya.
Entah karena tertarik atau terpaksa, sebab di Sidoarjo belum pernah ada event rutin yang mengangkat kawasan bersejarah di Kota Delta. Seringnya hanya sekadar bazar UMKM di Alun-alun Sidoarjo. Itupun tidak rutin, hanya momentual atau ketika ada sponsor besar yang berkenan mendanainya.
Sejatinya, hati warga Sidoarjo sempat dibuat bangga dengan rencana gelaran Gajah Mada Street Night Festival beberapa bulan lalu. Hampir mirip seperti Tunjungan Romansa. Bedanya festival ini hendak mengangkat kawasan Jalan Gajahmada Sidoarjo.
Secara konsep acara, cukup menarik sebab belum pernah ada event seperti ini di Sidoarjo. Flyer digital telah disebar di akun-akun pemerintahan Kabupaten Sidoarjo. Puluhan pelaku UMKM telah dikoordinasikan untuk berjualan di sepanjang jalan tersebut.
Namun sayang seribu sayang, beberapa jam sebelum digelar, pemkab mengumumkan kabar pembatalan. Usut punya usut, batalnya event tersebut dikarenakan perizinan yang belum rampung. Menjadi bukti nyata bahwa Sidoarjo belum siap menghelat event keren layaknya Surabaya. Hingga kini, tak ada lagi kejelasan kapan Gajah Mada Street Night Festival diselenggarakan betulan. (Affendra F)