KOTA, SIDOARJONEWS.id – Jarum jam menunjukkan pukul 23.30 WIB. Sudah larut malam. Bahkan menjelang tengah malam. Hampir seluruh rumah dan toko-toko di pinggir jalan telah menutup pintu dan pagarnya rapat-rapat. Lampu-lampu di teras juga dimatikan. Sidoarjo mulai terlelap dalam mimpi-mimpi indahnya.
Di kala warga terlelap, masih ada beberapa orang yang masih tetap terjaga. Mereka adalah petugas perbaikan jalan. Mereka memang bekerja ‘melawan’ jam kerja kebanyakan orang.
Sekira 8-9 orang petugas lapangan mulai mempersiapkan pekerjaannya. Salah satunya Oddi Setya Ramadhan yang berdiri di tepi jalan sembari menunggu mobil pengangkut aspal dan alat berat lainnya. Ia dan beberapa petugas lainnya mendapat tugas memperbaiki aspal yang berlubang.
Papan pengumuman ‘ada pekerjaan’ mulai dipasang. Cone-cone pengaman juga diletakkan sebagai tanda area perbaikan. Separuh jalan yang akan diperbaiki mereka tutup alias tidak untuk dilintasi pengguna jalan.
Meski telah ada rambu-rambu perbaikan, tetapi bahaya kerap menghampiri para petugas yang tengah memperbaiki jalan. Maklum, saat tengah malam dan jalanan mulai sepi, banyak pengendara justru tergoda untuk memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi.
Oddi menceritakan, ada petugas yang pernah ditabrak pengendara. Bahkan, sampai ada petugas yang terluka karenanya.
“Biasanya pengendara mengantuk, jadi tidak memperhatikan rambu-rambu yang kami pasang,” ujar Oddi menceritakan pengalamannya, saat diwawancara Sidoarjonews.id tengah pekan lalu.
Dia menuturkan, bekerja pada malam hari bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Sebab, hanya di malam hari, jalan raya menjadi sepi. Sehingga, ketika menutup separuh jalan untuk perbaikan, tidak sampai menyebabkan macet yang signifikan.
Berbeda dengan pagi hingga petang hari. Jalan raya yang menghubungkan Surabaya – Malang melintasi jantung Kabupaten Sidoarjo tidak pernah sepi. Alih-alih sepi, yang sering terjadi justru kemacetan di beberapa titik. Seperti di Persimpangan Gedangan, Persimpangan Seruni, dan Persimpangan Maspion.
“Kalau siang hari, pasti semakin macet parah kalau kami melakukan perbaikan jalan,” ujar calon ayah ini.
Bekerja sebagai petugas perbaikan jalan membuat jam biologis kesehariannya berbeda dengan kebanyakan orang. Di kala orang-orang tidur, ia harus bekerja. Sementara saat orang-orang memulai aktifitas hariannya, ia justru beristirahat. Apalagi saat ia ditugaskan ke luar kota, kesempatan bertemu dengan istri dan keluarganya hanya bisa dilakukan seminggu sekali.
“Pernah dulu ditugaskan ke Situbondo, hanya bisa pulang nengok istri seminggu sekali,” ujarnya.
Meski demikian, ia tetap bersyukur dengan pekerjaan yang dijalaninya. Saat banyak orang kehilangan pekerjaaan di masa pandemi seperti ini, ia masih bisa bekerja demi menjamin kehidupan layak bagi istrinya yang tengah mengandung anak pertama mereka.
“Selain itu, saya juga senang karena pekerjaan saya membuat orang lain terhindar dari kecelakaan,” ujarnya.
Jalan yang rusak semisal berlubang, memang membahayakan pengendara. Apalagi saat jalan licin karena air hujan. Rawan sekali roda kendaraan mengalami slip saat melintasi lubang.
Meski harus bekerja tengah malam meninggalkan keluarga di rumah, para pekerja perbaikan jalan seperti Oddi merasa bahagia karena bisa membuat hidupnya terasa bermakna. Selayaknya, kita sebagai pengguna jalan, mengapresiasi jasa mereka. (Affendra Firmansyah)