KOTA, SIDOARJONEWS.id – Kabupaten Sidoarjo masuk dalam daftar 20 besar daerah yang rawan politik uang di Pilkada Serentak 2020.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Bawaslu Sidoarjo, Haidar Munjid.
Haidar mengungkapkan, sebelum pelaksanaan Pilkada, Bawaslu telah beberapa kali melakukan survei indeks kerawanan. Hasilnya cukup mencengangkan, mulai dari netralitas ASN hingga politik uang (money politic).
“Salah satu indeks kerawanan tertinggi ialah terkait netralitas ASN. Kemarin sudah dilaunching oleh bawaslu RI bahwa Sidoarjo termasuk 10 besar daerah yang rawan akan hal itu. Lalu untuk politik uang Sidoarjo dalam masuk dalam 20 besar,” katanya, Rabu (19/8).
Haidar menyebutkan, sekecil apapun nominal yang diberikan jika itu berkenaan dengan pelaksanaan Pilkada, hal itu tidak diperbolehkan. Biasanya pemberian tersebut dirupakan berbagai macam bentuk seperti halnya transport.
“Tapi dalam PKPU kalau berbentuk barang tidak apa-apa. Tapi ada batasan nominal yang tidak boleh dilebihi. Tapi kalau bentuk uang itu yang tidak boleh,” ucapnya.
Dirinya menambahkan, kerja sama antara elemen masyarakat dengan Bawaslu untuk menghentikan permainan money politic tersebut sangatlah penting. Termasuk peranan ormas-ormas di Sidoarjo.
“Di Sidoarjo, prmas yang besar ialah NU dan Muhammadiyah. Kami akan memperjelas lagi untuk kerja sama dengan takmir dan lembaga Da’i agar dalam acara dan khutbah Jumat untuk diingatkan mengenai politik uang ini,” ujarnya.
Di sisi lain, Kordiv Pengawasan Bawaslu Sidoarjo, Mohammad Rasul mengatakan sosialisasi kepada elemen masyarakat saat ini menjadi poin penting untuk menyampaikan mengenai money politic tersebut.
“Kita tidak menafikan adanya politik uang di Sidoarjo. Tapi dari sini memang peranan masyarakat dibutuhkan untuk ikut serta mengadakan pencegahan, mengawasi, dan melaporkan,” katanya.
Rosul menyatakan, jika terbukti ada yang melakukan praktek money politic, maka ada dua hal yang akan menanti calon tersebut. Yang pertama ialah diskualifikasi bila sudah terdaftar sebagai calon, atau yang kedua ialah sanksi pidana.
“Kalau memang ada temuan, masyarakat bisa langsung melapor pada bawaslu. Jika memang ada persyaratan formil yang kurang atau masyarakatnya takut, maka akan dijadikan informasi awal, jika berani dan lengkap maka langsung jadi laporan untuk ditindak. Sanksinya jelas tertuang dalam UU No. 10/2016,” tandasnya. (Dimas)