KOTA, SIDOARJONEWS.id – Wilayah Kabupaten Sidoarjo kembali menjadi zona merah potensi paparan Covid-19. Sebelumnya, Kota Delta sempat berubah menjadi zona oranye. Mengapa bisa begitu?
Windhu Purnomo selaku inisiator team advokasi dan survailans covid-19 dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga mengatakan, hal itu (kembali merah) dikarenakan dari 15 kriteria penghitungan perubahan status zona dari pusat, satu kriteria yang untuk wilayah Sidoarjo sangat bagus, tapi untuk pusat termasuk kriteria yang tidak diperhitungkan.
“Ada kelemahan di pusat dalam penghitungan perubahan status zona. Yaitu Effective Reproduction Number (Re/Rt). Padahal Rt kita bagus sebenarnya. Tetapi pusat menyatakan Rt itu hanya sebagai pendamping saja,” katanya usai melakukan pertemuan pemaparan hasil kajian di Pendopo Delta Wibawa, Kamis (29/7).
Windhu menjelaskan, jika menurut pedoman WHO, Re/Rt merupakan poin terpenting untuk menentukan status zona. Dalam penghitungannya, Rt tersebut harus menggunakan jumlah kasus positif berdasarkan tanggal onset.
“Pusat itu sering tidak punya tanggal onset. Yang dipakai data declared kebanyakan. Jadi makanya mereka tidak berani memakai data Rt sebagai data penting karena takut keliru,” ucapnya.
Windhu menyarankan, Sidoarjo harus melakukan penghitungan mandiri. Sebab, dari tracing yang dilakukan oleh daerah (Sidoarjo), menghasilkan data onset untuk menentukan status perubahan zona.
“Rumusnya ada. Melihatnya mudah kok, Sidoarjo merah bisa jadi karena indikator di luar RT (15 kriteria). Tapi Rt kita bagus. Mungkin kita masih oranye, makanya itu dihitung ulang,” terangnya.
Lebih lanjut, Windhu juga menyarankan agar upaya yang mampu menekan Rt harus dipertahankan. Kalau bisa ditingkatkan lagi. Selain itu, kurva epidemic di Sidoarjo juga telah selesai masa puncak dan saat ini sudah menunjukkan angka penurunan.
“Jaga tingkat disiplin masyarakat. Kalau perlu ada semacam regulasi. Lalu yang kedua harus melakukan testing dan tracing yang masif. Begitu ketemu kasus maka harus diisolasi, kalau ada gejala langsung lakukan treatment di rumah sakit. Sebanyak 42 persen di Jatim adalah tanpa gejala,” pungkasnya. (Dimas)