KOTA, SIDOARJONEWS.id – Pandemi Covid-19 berdampak besar pada perekonomian masyarakat. Utamanya para pemilik warung kopi (warkop) yang hidupnya bergantung pada penjualan kopi tiap gelasnya.
Selain karena adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dulu mengharuskan mereka menutup warkopnya, minat masyarakat untuk datang ke warkop pun menurun drastis.
Pasalnya, ada beberapa orang yang menghindari warkop yang identik dengan keramaian, karena khawatir terpapar virus Covid-19. Bila begitu, bergantung pada penjualan kopi saja tidak lagi cukup untuk hidup sehari-hari.
Di tengah himpitan ini, para pemilik warkop lantas berstrategi menyediakan wedang rempah di warungnya. Wedang rempah saat ini tengah naik daun karena diyakini memiliki khasiat untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan melindungi diri dari paparan virus Covid-19.
Salah satu kedai kopi di Sidoarjo yang kini menyediakan wedang rempah di kala pandemi ini “Kopi Kopen”.
Rosy, salah satu pegawai kedai mengatakan, sebelumnya kedai tidak menyediakan menu wedang rempah. Namun, karena banyak pelanggan yang datang dan ingin memesan wedang rempah, akhirnya menu ini disediakan.
“Sejak pandemi, banyak pelanggan yang tanya. Akhirnya kita sediakan. Dan hingga sekarang banyak sekali yang memesan menu ini. Lumayanlah bisa sedikit menambal penurunan penghasilan saat PSBB dulu,” ujar Rosy, Kamis (3/9).
Wedang rempah yang ada di kedai ini terbuat dari racikan jahe, serai, jeruk nipis, dan kapulaga. Dari segi rasa, selain hangat karena kandungan jahe, wedang rempah di kedai yang terletak di perbatasan Sukodono – Wonoayu ini terasa lebih segar sebab terdapat jeruk nipis di dalamnya.
“Di sini kita biasa menyebutnya sebagai wedang corona. Alhamdulillah, laris sampai kini” ujarnya.
Senada dengan Rosy, salah seorang pemilik warkop lainnya, Yono, juga mengaku penjualan wedang rempah saat ini terbilang tinggi. Bedanya, ia telah menyediakan menu wedang rempah jauh sebelum pandemi melanda. Wedang rempah yang ia sediakan terbuat dari rebusan jahe, kayu manis, dan kapulaga.
“Permintaannya besar sekali. Dulu saya sediakan satu panci, sekarang dua panci. Itupun sering kehabisan,” ujarnya saat ditemui di warkopnya di daerah Bluru.
Akibat permintaan pasar yang besar, sempat membuat harga jahe meningkat. Hal ini sempat dikeluhkan Yono kala harga jahe tembus 90 ribu per kilonya.
“Sempat dulu, tadinya 70 ribu jadi 90 ribu. Padahal kita kan susah kalau mau menaikkan harga di pelanggan. Ya semoga tidak naik lagi,” harapnya. (Fendra)