KOTA, SIDOARJONEWS.id — Hadirnya dua orang berpenutup kain hijau dan kuning sembari membawa gerobak serta balon merah menyita perhatian para pengendara di perempatan Alun-alun Sidoarjo. Mereka mondar-mandir di zebra cross traffic light.
Awalnya, si kuning yang lehernya terikat balon merah naik ke atas gerobak. Sedangkan si hijau mendorong gerobak beserta seluruh bebannya sambil terengah-engah. Sesekali, keduanya memanggul beban karung goni berdua.

Ialah Zalfa Robby dan Satria Bela. Dua seniman Sidoarjo yang berada di balik kain kuning dan hijau tersebut. Keduanya nekat menggelar art performance di antara hilir mudik kendaraan sore hari.
“Kami sebut ini aksi estetik saja, ya. Bagaimana kami merasakan tentang peristiwa itu (G30SPKI) dan kami bahasakan melalui performance art. Dengan menggunakan tiga unsur warna. Warna merah, kuning, dan hijau adalah warna yang kuat di masa orde baru,” ujarnya kepada sidoarjonews.id, Jumat (30/9).
Seperti yang telah diketahui, 30 September diperingati secara nasional peristiwa Gerakan 30 September PKI (G30SPKI). Sebuah peristiwa yang tidak hanya merubah tata politik kala itu tapi juga membawa perubahan besar di sektor sosial, pendidikan, hingga budaya masyarakat Indonesia.
Gerakan penumpasan PKI digelorakan serta diikuti oleh hampir seluruh elemen masyarakat. Dari pihak militer hingga organisasi masyarakat. Doktrin terkait betapa bahayanya paham kiri terus menerus disuarakan oleh pemerintah melalui mimbar-mimbar publik.
Robby menjelaskan, proses kreatif pembuatan konsep aksi ini terbilang cukup singkat. Namun ada banyak makna dari simbol-simbol warna dan benda yang digunakan. Balon berwarna merah menyimbolkan korban yang diintimidasi habis-habisan hingga meregang nyawa namun seakan tetap tidak dibiarkan lepas.
Masih menggantung dan dikekang oleh penguasa yang disimbolkan si kuning. Sedangkan si hijau ialah aparatur serta kelompok yang turut serta mengambil bagian dari penumpasan PKI.
“Memang saya tidak terlahir di zaman dimana bisa melihat langsung peristiwa itu, namun itu berdampak ke generasi saat ini. Imbasnya adalah keparnoan (ketakutan) untuk membicarakan hal berbau ‘kiri’. Padahal secara intelektual merupakan bagian dari sebuah wacana bagaimana mengelola sebuah sistem,” jelasnya.
Situasi tersebut lantas dikemas oleh Robby menjadi performance art bernuansa parodi dan satir. Karya seni ini tidak hanya berhenti pada performance art hari ini. Robby juga berencana mengunakan beberapa benda yang hari ini digunakan sebagai instalasi seni dalam sebuah pameran. Selain itu, aksi hari ini juga direkam dan diwujudkan menjadi sebuah video.
Melalui aksi ini, Robby ingin mengajak semua orang untuk berpikir kembali, mengkaji ulang, serta menemukan fakta-fakta kebenaran tanpa terikat ideologi tertentu. Robby juga mengecam aksi kekerasan yang kerap dilandaskan pada ideologi tertentu. (Affendra F)