WARU, SIDOARJONEWS.id – Pemerintah melalui Kementerian UMKM memberikan bantuan permodalan sebesar Rp.28,8 Trilliun bagi pelaku usaha mikro.
Langkah ini terbilang strategis dalam memulihkan ekonomi di tengah Pandemi covid-19. Namun, jika hal itu tidak dibarengi dengan pengawasan dan pembinaan maka yang terjadi pemenuhan konsumtif.
Dewan Pakar DPD HIPMIKIMDO (Himpunan Pengusaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia) Jawa Timur, Heri Cahyo Bagus Setiawan mengatakan pandemi covid-19 merupakan sebuah musibah yang datangnya secara tiba-tiba. Kehadirannya juga membuat seluruh aspek kehidupan mengalami perubahan. Mulai dari perilaku sosial, perilaku belajar, belanja, beribadah hingga perilaku ekonomi.
“Nah, terkait kebijakan pemerintah dalam memberikan bantuan kepada pelaku usaha, saya rasa sebuah solusi bagi ekonomi kita. Ketika ekonomi kita bergerak, maka ekonomi negara juga pulih,” ujar Heri Cahyo, Rabu, (9/9/2020).
Menurutnya tak sedikit pengusaha yang terpaksa gulung tikar akibat pandemi covid-19. Sektor UMKM, terutama sektor informal di Indonesia sangat mendominasi struktur perekonomian negara.
Terbukti, data di tahun 2019, sektor UMKM mampu menyumbangkan sebanyak 60,34 persen terhadap PDB.
“Ini tepat sekali jika UMKM diberi bantuan sosial produktif oleh pemerintah. Karena sumbangan UMKM kita terhadap pemerintah cukup besar,” terang salah satu penggerak UMKM Pesantren itu.
Pemerintah melalui Komite Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), merealisasikan program bantuan uang tunai senilai Rp 2,4 juta per pelaku UMKM, utamanya yang usaha mikro dan ultra mikro, yang belum memiliki akses permodalan KUR dari perbankan, merupakan langkah yang strategis sebagai upaya pemulihan.
Namun dalam situasi seperti ini, Pemerintah juga harus menakar, seberapa efektifkah bantuan permodalan tersebut.
“Kalau saya mengamati, jika pemberian bansos hanya diberikan saja, tanpa dibarengi pengawasan dan pembinaan. Maka yang terjadi adalah pemenuhan kebutuhan secara konsumtif,” jelasnya.
Berbeda, jika pemberian bansos kepada pelaku umkm dibarengi dengan pengawasan dan pembinaan. Maka akan lebih efektif dan mendorong pelaku usaha dalam mengembangkan bisnisnya.
“Kita tidak tahu, bantuan uang ini akan digunakan apa nantinya. Tapi kalau dibarengi dengan pembinaan maka tolok ukurnya jelas dan terarah,” tambahnya.
Dia mencontohkan pelaku usaha garmen misalnya. Pada situasi seperti ini orang sangat jarang membutuhkan baju, pakaian yang berbahan dari kain. Nah, bagaimana memanfaatkan bantuan modal dengan tidak merubah bahan dasar usahanya kain. Yakni dengan cara membuat masker yang berbahan dasar kain.
“Nah, inilah yang dikatakan produktif. Tapi jika hanya diberikan saja maka jadinya konsumtif saja. Dan bantuan tersebut saya kira tidak tepat sasaran. Padahal tujuannya supaya daya beli masyarakat naik, penyedia barabg bisa memberikan maksial kepasa konsumen. Nah, disitulah letak perputaran ekonomi, dan menepis krisis ekonomi yang ada,” tegasnya. (hadi)
Betul sekali pak Heri, pembinaan sangat penting agsr tepat sasaran dan manfaat