JUANDA, SIDOARJONEWS.id – Syamsul Huda, Penasehat Hukum bupati Sidoarjo nonaktif, Saiful Ilah, menilai apa yang dituduhkan Jaksa KPK atas Operasi Tangkap Tangan (OTT) kliennya terbantahkan dalam fakta persidangan.
Meski demikian, Jaksa KPK mengaku tetap pada pendirian awal yakni berdasarkan kesesuaian alat bukti maupun bukti lainnya.
Hal itu disampaikan Syamsul Huda seusai persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Surabaya, di Jalan Juanda Sidoarjo.
“Jadi, apa yang dituduhkan JPU bahwa dia (kliennya) kena OTT sudah terbantahkan,” ujar Syamsul Huda, Senin, (7/9/2020).
Lebih lanjut dia menerangkan, pada persidangan sebelumnya didapati keterangan dari saksi ahli pidana korupsi sekaligus guru besar Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Dr. Nur Basuki Minarno, bahwa orang yang disuap harus ada kesesuaian kehendak alias meeting of mind.
“Jadi, meeting of mind ini adalah orang yang disuap itu harus ada kesesuaian kehendak. Orang yang memberi dan penerima harus klik dari awal. Sedangkan dalam kasus ini, ada orang yang mau memberi, tapi orang yang diberi tidak tahu. Artinya, kalau dibilang OTT ya prematur banget dong,” ujar Syamsul Huda.
Begitupun sebaliknya, lanjut Syamsul, jika kasus ini berbunyi “OTT” maka seharusnya menunggu hingga uang tersebut diterima oleh kliennya.
“Pada prinsipnya, meeting of mind antara Gopur (kontraktor) dengan Saiful Ilah tidak ada. Karena saiful ilah tidak pernah minta, atau minta di janjiin. Nah, minta dijanjiin itu kan merupakan delik inti dari penyuapan. Dan itu tidak ada,” tegasnya.
Tidak hanya itu, uang sebesar Rp.50 juta yang diberikan oleh kontraktor Gopur kepada Bupati Sidoarjo non aktif sebagai bentuk pembayaran utang.
“uang 50 juta itu benar benar ada peristiwanya (bayar utang). Bukan tiba-tiba mau dikasihkan, atau ada kaitannya sama proyek, itu enggak ada. Kalau untuk Kadis (Kepala Dinas) atau PPK, karena memang dia sudah nerima kok. Kalau ini (saiful ilah) kan belum,” tambahnya.
Sementara, Jaksa Penuntut Umum KPK, Arief Suhermanto mengatakan apapun yang disampaikan terdakwa akan dinilai berdasarkan kesesuaian alat bukti maupun bukti lainnya.
“Apakah yang bersangkutan dengan keterangan yang benar atau tidak, atau mempersulit keterangan saat persidangan atau tidak, maka disesuaikan dengan alat bukti atau bukti yang lain,” singkat Arief.
KPK menetapkan enam tersangka dalam kasus suap proyek di Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air (BM SDA) Sidoarjo. KPK juga mengamankan barang bukti uang diduga hasil rasuah senilai Rp1,8 miliar.
Tersangka penerima suap meliputi Bupati Sidoarjo 2010-2015 dan 2016-2021 Saifulah Ilah; Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo Sunarti Setyaningsih; Pejabat Pembuat Komitmen Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo Judi Tetrahastoto; dan Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Sanadjihitu Sangadji. Sementara sebagai pemberi yakni swasta Ibnu Ghopur dan Totok Sumedi
Dalam perkara ini, tiga terdakwa disebut telah menerima uang secara bertahap sejak bulan Juli 2019 hingga 7 Januari 2020. Uang tersebut berasal dari Ibnu Ghofur dan Totok Sumedi.
Terdakwa Sunarti Setyaningsih menerima uang sebesar Rp. 225 juta dari Ibnu Ghofur pada tanggal 3 Januari 2020 di Ikan Bakar Cianjur. Kemudian, terdakwa Judi Tetrahastoto menerima total sebesar Rp 360 juta dari Ibnu Gopur dan Totok Sumedi. Sementara Sanadjihitu Sangadji menerima uang sebesar Rp 300 juta dari Ibnu Gopur.
Sedangkan Bupati Saiful Ilah didakwa menerima uang sebesar Rp 550 juta dari Ibnu Gopur dan Totok Sumedi.(hadi)