WARU, SIDOARJONEWS.id – Anggota Asosiasi Pesantren Enterpreneur Jatim yang bergerak di bidang makanan dan minuman (mamin) mengeluhkan kelangkaan gula rafinasi di Jatim. Kelangkaan bukan hanya pada komoditasnya melainkan juga pada ketersediaan bahan baku gula rafinasi.
Ketua Asosiasi Pesantren Entrepreneur Jawa Timur, Dr. KH. Muhammad Zakki, M.Si, mengatakan pemerintah mengeluarkan kebijakan berdasarkan peraturan Menteri Perindustrian nomor 3 tahun 2021, dimana dalam peraturan ini terdapat diskriminasi yakni rafinasi hanya distok di luar Jatim. Padahal industri di Jatim sangatlah banyak.
“Tentunya hal ini sangat berdampak pada kalangan industri dan UMKM di Jawa Timur,” ujar Muhammad Zakki, Senin, (8/3/2021).
Pengasuh Pondok Pesantren Mukmin Mandiri Sidoarjo ini menyebut penghentian suplai bahan baku akan berdampak pada tingkat produktivitas perusahaan. Dan hal ini juga akan berpengaruh pada pendapatan perusahaan.
“Kalau sudah begitu, perusahaan jadi bangkrut dan hal ini juga akan berdampak pada nasib karyawan,” jelasnya.
Pihaknya mengaku sudah berkirim surat kepada Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa terkait kelangkaan gula rafinasi tersebut. Mengingat, sebentar lagi memasuki bulan puasa dan lebaran dimana kebutuhan gula juga akan meningkat.
“Audensi belum, tapi Insyaallah merespon dengan baik. Karena ini menjelang bulan puasa dan lebaran. Jadi harus diupayakan,” terangnya.
Sejatinya, lanjut Zakki, perusahaan bisa saja mendatangkan gula dari luar Jawa Timur. Namun hal itu berdampak pada cost yang tinggi.
“Kebutuhan gula rafinasi 300 ribu ton per tahun. Tahun kemarin dapat, tapi karena tahun ini menterinya baru, kita tidak mendapatkan stok gula rafinasi ini,” tegasnya.
Menurutnya, peraturan Menteri Perindustrian yang terkesan berpihak pada kartel terletak pada pasal 5 ayat 2 yakni bahan baku produksi gula rafinasi hanya diberikan kepada perusahaan insdustri gula rafinasi dengan KBLI 10721, yang memiliki izin usaha industri yang diterbitkan sebelum tanggal 25 Mei 2010. Dalam peraturan ini lanjutnya tidak ada sosialisasi sebelumnya.
“Peraturan Menteri sangat tidak mendukung pertumbuhan industri mamin di Jatim,” katanya.
Pelaku industri mamin di Jatim berharap pemerintah Jatim dan pemerintah pusat bisa segera menyelesaikan permasalahan ini. Selain itu juga meminta agar peraturan Menteri itu dikaji ulang. “Tujuannya agar industri mamin di Jatim juga tumbuh dan meningkatkan daya saing,” pungkasnya.(hadi)