PORONG, SIDOARJONEWS.id — Perpustakaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Surabaya di Porong Sidoarjo ternyata bernama Laskar Ilmu. Nama perpustakaan yang diinisiasi Gun Gun Gunawan ini mampu mengubah wajah Lembaga Pemasyarakatan tersebut.
Nama laskar diambil dari bahasa Arab, Al-Askar yang berarti tentara, prajurit, atau pasukan. Sedangkan ilmu berarti pengetahuan. Nama Laskar Ilmu diinisiasi Gun Gun Gunawan saat menjabat sebagai Kepala Lapas Kelas I Surabaya di Porong Sidoarjo sejak tahun 2020 lalu.
Sebelumnya, Gun Gun Gunawan juga pernah mengubah wajah perpustakaan di rutan Kelas I Bandung, Cilekong, Jawa Barat. Perpustakaan itu diberi nama Pasukan Gendong.
Keberadaan Laskar Ilmu di Lapas Porong ini awalnya tak terurus dengan baik. Buku-buku yang berjajar di rak terlihat sudah kusam. Lantai, dinding, dan halaman perpustakaan ini juga terlihat kotor.
Keberadaan perpustakaan konvensional ini hanya disediakan seadanya. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yng hendak membaca buku harus berjalan sejauh 500 meter dari blok. Tempat itu pun sepi pembaca.
Hingga akhirnya, Gun Gun Gunawan berinisiatif untuk membersihkan perpustakaan tersebut. Pegawai dan Tahanan Pendamping dilibatkan untuk membenahi dan menata kembali laskar ilmu.
“Mungkin dengan cara dibersihkan, laskar ilmu itu bisa dimanfaatkan oleh WBP,” ujar Kabid Pembinaan Lapas Kelas I Surabaya di Porong Sidoarjo, Agus, Senin, (14/6/2021).
Seiring waktu, keberadaan perpustakaan ini belum menemukan pembacanya. Petugas akhirnya berinisiatif memberikan layanan antar jemput dengan melibatkan tamping dan pegawai perpustakaan.
Petugas lalu mengumpulkan beberapa sepeda bekas untuk diperbaiki. Ada tujuh sepeda yang dilas, dicat, dan dipermak sedemikian rupa hingga berubah menjadi warna yang elegan.
Sepeda tersebut sebagai sarana yang digunakan petugas perpus dan tamping untuk mengantar buku ke masing-masing blok. Setiap hari petugas secara sukarela membagi-bagikan aneka ragam buku ke warga binaan. Hal ini dilakukan petugas untuk menarik perhatian WBP agar terbiasa membaca buku.
Kinerja petugas pun tak sia-sia. Warga binaan yang melihat petugas perpustakaan mulai memilih-milih buku yang dibawa petugas. Mulai dari buku komik, tekhnologi, sastra, hingga sejarah. Aktifitas keseharian WBP memang tak begitu padat. Sehingga WBP memiliki banyak waktu untuk menghabiskan buku bacaan.
Mengubah Stigma Sekolah Kriminal di Lapas
Bukan rahasia umum, lapas maupun rutan merupakan tempat berkumpulnya para pelaku kriminal mulai dari kelas teri hingga kelas kakap. Bahkan tak sedikit berasal dari kaum intelektual.
Lapas Porong yang menampung sebanyak dua ribuan warga binaan berasal dari berbagai macam unsur pidana. Mulai dari pidana umum, narkotika, koruptor hingga terorisme.
“Mulai dari bupati hingga gubernur ada disini (lapas Porong). Jadi, kalau orang yang inteleknya tinggi tentunya mereka akan cari literatur bacaan sesuai yang dia inginkan. Dan ini akan sejalan dengan program layanan lapas nantinya yakni Perpustakaan Digital,” jelas Agus.
Keberadaan perpustakaan di lapas menurutnya sangat penting. Terutama mengubah stigma masyarakat bahwa di lapas itu merupakan tempat atau sekolah bagi kawanan kriminal. Tak sedikit pelaku kelas teri, begitu keluar dari lapas atau rutan menjadi pelaku kriminal yang lebih mengkhawatirkan.
“Yang awalnya nyuri ayam, begitu keluar dari lapas dia pinter nyuri sepeda. Itu stigma masyarakat. Dan memang tidak bisa dipungkiri itu sering terjadi,” tambahnya.
Nah, dengan perkembangan tekhnologi saat ini, pihak lapas menginginkan adanya terobosan baru yang didukung adanya sebuah tekhnologi. Perpustakaan yang tadinya konvensional akan ditambah dengan perpustakaan digital. Inovasi ini selain meminimalisir stigma buruk terhadap warga binaan, minat baca juga mampu merubah mindset (pola pikir) warga binaan. (Saikhul Hadi)