JABON, SIDOARJONEWS.id — Masjid Baitussholihin di Dusun Sawah, Desa Kedungcangkring, Kecamatan Jabon, Sidoarjo, merupakan satu-satunya tempat ibadah yang masih berfungsi dan terawat di daerah terdampak semburan lumpur.
Setiap hari, masih terlihat ada aktivitas ibadah di masjid ini. Biasanya jamaah yang datang ke masjid adalah penduduk yang dulunya tinggal di sekitar kawasan tersebut. Mereka bisa beribadah sekaligus bertemu dengan bekas tetangga mereka disini.
Masjid ini terletak di sisi selatan tanggul penahan lumpur dan berjarak kurang lebih 1 km dari pusat semburan. Bila kita melewati jalur alternatif dari Desa Mindi Kecamatan Porong menuju Kecamatan Jabon, di sisi kiri jalan pasti menemukan Masjid Baitussholihin yang terlihat mencolok.
Bagaimana tidak, masjid ini merupakan satu-satunya bangunan yang masih berdiri di sana. Di sepanjang jalan yang dulunya dipenuhi rumah warga, kini berubah ilalang.
“Dulu disini merupakan pondok pesantren,” ucap Mudzakir (55 tahun), takmir masjid yang tinggal di sisi Timur komplek masjid.
Mudzakir merupakan keturunan pengasuh pondok pondok pesantren ini. Dia tidak tahu kapan pondok pesantren mulai berdiri. Namun, dia ingat betul, sejak kecil, pondok tersebut sudah berdiri. Dia hanya bisa mengingat dulunya Masjid Baitussholihin merupakan musala yang kemudian direnovasi.
Kesan kuno masih nampak di sisi selatan Masjid yang menjadi penegas usia bangunannya. Yakni berupa sumur tua dan bangunan dua lantai yang awalnya dari kayu. Tempat wudhu persegi panjang yang cukup lebar juga masih berfungsi.
Kesan kuno juga ditunjukan dengan masih adanya jam matahari di samping rumah Mudzakir. Dia lalu menjelaskan cara kerja jam ini menurut pergerakan sang surya.
“Jam ini jam abadi. Waktu Sholat Ashar dan Dzuhur bisa ditunjukan dengan kemiringan cahaya matahari dari besi di tengah ini. Sementara untuk waktu Sholat Subuh, Magrib dan Isya bisa dilihat dengan warna cahaya matahari,” jelasnya.
Meskipun telah ditinggal warga sekitar yang kini berpencar tinggal di tempat tinggal barunya masing-masing, tetapi pada bulan Ramadan, masjid yang terletak di utara Sungai Porong ini masih rutin menggelar salat tarawih.
“Yang datang kesini ya mereka yang dulunya warga sekitar namun telah pindah,” kata Mudzakir.
Beribadah di masjid yang dulu dekat dengan tempat tinggal yang kini tinggal kenangan, tentunya bisa menjadi obat pelepas rindu. Salah satunya adalah Mustohid yang kini berumah di Bangil, Pasuruan. Dulu, rumah orang tuanya berada persis di timur masjid Baitussolihin.
“Kalau pas lewat, saya sering Sholat disini. Jadi ingat masa kecil saya,” ujar bapak dua putra ini. (satria).