KOTA, SIDOARJONEWS.id – Mantan Kepala Desa Ngaban, Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo, Irfan Nurido harus berurusan dengan pihak berwajib. Pasalnya, dia terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi APBDes tahun 2017 senilai Rp 174 juta.
Pria 53 tahun itu diduga menarik pencarian Anggaran Dana Desa (ADD) di Bank Jatim selama Januari hingga Desember 2017. Nilai ADD tersebut mencapai Rp1,97 miliar. Dana itu diminta Irfan dari Bendahara Desa usai pencairan di Bank Jatim.
Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol. Kusumo Wahyu Bintoro mengatakan, tersangka nekat mengambil alih pencarian ADD sebanyak 27 kali dari bendahara desa. Hal itu dilakukan saat tersangka masih menjabat sebagai kades.
“Jadi ketika bendahara mencairkan ADD di Bank Jatim, pelaku ini lalu meminta uang itu dari bendahara selama kurun waktu dalam satu tahun yakni selama tahun 2017,” ujar Kombes Pol Kusumo Wahyu Bintoro, Jumat (1/10).
Kapolres menambahkan, uang senilai miliaran itu dikuasai pelaku tanpa melibatkan peran dari bendahara dan Tim Pelaksana Kegiatan Desa (TPKD) Ngaban. ADD itu kemudian digunakan perangkat Desa Ngaban untuk belanja sejumlah bidang kegiatan pembangunan desa.
Di antaranya bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, bidang pembangunan desa, bidang pembinaan masyarakat dan bidang pemberdayaan masyarakat. Dari empat bidang itu, ternyata ada dua bidang yang tidak dilengkapi Surat Pertanggungjawaban (SPJ).
“Yaitu bidang pembangunan desa dan bidang pemberdayaan masyarakat. Jadi dua bidang itulah yang kemudian dicurigai,” sambung pria kelahiran Semarang itu.
Atas dasar itulah, kemudian dilakukan upaya pengecekan. Pada bidang pembangunan desa dilakukan pengecekan oleh tim Institut Teknologi Surabaya (ITS). Sementara bidang pemberdayaan masyarakat diaudit oleh tim inspektorat Kabupaten Sidoarjo.
Hasilnya, tim ahli ITS menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 79,4 juta lebih atas pembangunan fisik. Misalnya dari pembangunan plengsengan volume, balai posyandu, betonisasi, paving, pengurukan hingga pelebaran jalan.
Sedangkan dari auditor inspektorat Sidoarjo menemukan kerugian negara senilai Rp. 92,4 juta lebih. Itu berasal dari honorarium tenaga pengangkut sampah, honorarium tenaga pengajar dan kegiatan studi banding ke Kabupaten Pacitan.
“Maka kerugian negara jika ditotal dari dua bidang itu, seluruhnya mencapai Rp 174,6 juta lebih. Uang itu digunakan pelaku untuk kepentingan pribadinya,” bebernya.
Akibat perbuatannya itu, pelaku terancam pasal 2 ayat 1 UURI No 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman penjara seumur hidup atau paling sedikit 4 tahun dan paling lama 20 tahun. (syaikhul)