KOTA, SIDOARJONEWS.id – Cafe-cafe kopi kekinian mulai menjamur di seluruh wilayah Sidoarjo. Profesi barrista tiba-tiba menjadi idola anak muda.
Namun, jauh sebelumnya, sepasang suami istri asal Lemah Putro telah terlebih dahulu menjajakan minuman istimewa ini. Orang-orang menyebutnya dengan nama, pakde dan bude kolonial. Nama tersebut diambil dari nama kedai kopi kecilnya yang bernama kolonial.
Berbeda dengan cafe-cafe di kawasan kavling DPR, kolonial hanyalah kedai kecil. Mengandalkan gerobak dorong sebagai bar kopi. Bangku plastik untuk tempat duduk pelanggan. Serta tenda terpal sebagai pelindung dari hujan. Meski sederhana, setiap hari kedai kolonial yang terletak di jalan masuk perumahan Bluru Kidul ini selalu dipadati pengunjung.
“Awal buka dulu tentu saja tidak seramai ini. Lebih dari sepuluh tahun lalu, orang-orang belum familiar dengan kopi nusantara yang menyeduhnya harus menggilingnya terlebih dahulu. Orang-orang lebih kenal dengan kopi sachet instan,” ujar Bude Kolonial, Kamis (7/1).
Ya, Kedai Kolonial termasuk salah satu kedai yang berani menjual kopi asli nusantara saat masyarakat masih menggandrungi kopi sachet. Dengan bentuk kedai yang sederhana, tak jarang pengunjung mengira Kedai Kolonial bak warkop biasa.
“Pernah ada pengunjung yang datang pesan kopi hitam. Lalu kami tanyakan mau kopi apa? Ia menjawab terserah. Lantas kami seduhkan kopi temanggung. Setelah ia minum, ia pun menyodorkan uang Rp 3000 untuk membayar. Ia mengira kopi yang diminum sama seperti kopi sachet yang rata-rata di warkop seharga Rp 3000 per cangkir,” ujar Pakde Kolonial.
Meski sering disangka layaknya warkop biasa, Pakde dan Bude Kolonial tetap terus berusaha mengenalkan kopi nusantara kepada masyarakat Sidoarjo.
“Senang rasanya melihat reaksi pengunjung yang baru merasakan kopi asli dan mengapresiasi kopi asli lebih dari kopi sachet,” ujar Pakde.
Meski dengan sarana seadanya, mereka sediakan kopi-kopi nusantara seperti Bali Kintamani, Lampung, Gayo, Temanggung, Dampit, Flores, hingga Papua Wamena.
Kopi-kopi tersebut disimpan dalam toples kedap udara dalam bentuk biji. Hanya akan digiling menggunakan grinder listrik saat akan diseduh. Metode penyeduhannya pun hanya sebatas tubruk dan V60. Semuanya dibanderol dengan harga Rp 10 ribu per cangkir.
Mereka nampak tak gentar meski berjualan di sebelah cafe modern yang menyediakan beragam menu kopi kekinian.
“Saya yakin semua sudah diatur rejekinya,” ujar Pakde Kolonial. (Affendra F)