SUKODONO, SIDOARJONEWS.id – Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) Sukodono mengadakan pertemuan dengan seluruh pengurus ta’mir masjid yang ada di kecamatan Sukodono, Selasa (7/4/2020) malam, guna membahas keresahan masyarakat dalam mendirikan sholat Jumat di tengah mewabahnya Coronavirus disease (Covid-19).
Pertemuan yang mendatangkan Kiai Syihabuddin Sholeh selaku Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PCNU Sidoarjo tersebut digelar secara online. Perwakilan dari pengurus ta’mir masjid yang berada di wilayah Sukodono, dikumpulkan di empat titik dan terhubung dalam teleconference.
Imam Syafi’i, selaku ketua LTMNU Sukodono mengatakan, forum tersebut diadakan karena banyak anggota dari LTMNU Sukodono yang resah terkait hukumnya mendirikan sholat Jumat di tengah pandemi Covid-19. Dari 52 masjid di Sukodono yang tergabung dalam LTMNU, menurutnya kebanyakan terpaksa meniadakan sholat jumat.
“Sebagian besar meniadakan, hanya sekitar 25 persen saja. Makanya sekarang kami undang narasumber yang mengikuti jalannya bahtsul masa’il di PWNU agar memberikan pemahaman terkait mendirikan sholat Jumat,” ujar Imam Syafi’i kepada sidoarjonews.id, Selasa (7/4) malam.
Dengan adanya forum tersebut, Imam berharap dapat memberikan pemahaman kepada anggota LTMNU se-Kecamatan Sukodono. Sehingga, ke depannya sudah tidak ada lagi keresahan maupun kebingungan dalam mendirikan sholat jumat.
“Kesimpulannya ialah menyesuaikan sebagaimana kondisi yang ada di masing-masing masjid untuk mendirikan sholat. Mereka bisa tahu bahwa mendirikan sholat jumat dan tidak, itu ada hukumnya,” katanya
Sementara itu, Syihabuddin Sholeh dalam diskusinya menerangkan, mereka yang tidak mendirikan sholat Jumat diperbolehkan jika ada indikasi kekhawatiran terkait penularan virus. Khususnya masjid-masjid yang ada di pinggir jalan yang berpotensi didatangi jamaah dari luar daerah.
“Kalau statusnya ODP, PDP, atau positif itu hukumnya haram mengikuti sholat Jumat. Tapi untuk yang tidak, masih wajib mendirikan sholat Jumat sesuai dengan protokol kesehatan yang ada,” jelasnya.
Terkait hukum udzurnya orang yang tidak mendirikan sholat Jumat, Syihabuddin Sholeh menyatakan bahwa hukum tersebut masih belum ada. Hal tersebut dikarenakan sholat jumat merupakan sebuah kewajiban yang harus dijalankan.
“Paling sedikitnya jika tidak bisa orang 40 dalam prosesnya, bisa dilakukan dengan 20 orang. Jika masih tidak bisa, maka 12 orang. Tidak bisa lagi 4 orang. Jika mentok boleh diadakan 3 orang saja. Jadi ada perwakilan khusus untuk menggugurkan kewajiban,” jelasnya.
Terkait pelaksanaan sholat tarawih, Syihabuddin Sholeh mengatakan a LBM PWNU Jatim hingga saat ini masih belum membahas. Namun jika nanti akan diadakan, menurutnya prosesnya akan sama dengan sholat Jumat terkait syarat mendirikannya.
“PWNU belum membahas, kalau nanti dilaksanakan maka prosesnya sama seperti jamaah biasanya. Yakni sesuai SOP kesehatan yang ada. Yang jelas, hasil dari bahtsul masail kemarin, PWNU sepakat bahwa menghindari kerumunan adalah sebuah hal yang harus ditaati dan SOP yang ditentukan negara tidak ada yang dibantah,” paparnya. (Dimas)