TULANGAN, SIDOARJONEWS.id—Tidak mudah mengubah kebiasaan di masyarakat yang sudah terlanjur dianggap biasa. Meskipun kebiasaan tersebut memunculkan dampak kurang bagus. Sebab, masyarakat tidak serta merta beralih kepada kebiasaan baru yang meski itu lebih baik.
Tantangan itu yang dihadapi tim dosen Program Studi Ilmu Komunikasi (Prodi Ikom) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) ketika mengajak masyarakat untuk beralih dari popok sekali pakai (Pospak) sekaligus mengenalkan solusi popok cuci pakai di Desa Tlasih, Kecamatan Tulangan.
Solusi itu ditemukan berdasarkan dari hasil riset berjudul “Pengembangan Desa Tlasih Sadar Sampah Pospak Melalui Analisis Perilaku dan Strategi Integrated Marketing Communication”.
Riset keilmuan ini diketuai oleh Dr Totok Wahyu Abadi MSi, dosen Ikom Umsida, setelah tim risetnya berhasil lolos program hibah riset skema keilmuan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) tahun 2021.
Dalam wawancara dengan Sidoarjonews.id di ruang dosen Ikom di Gedung Kuliah Bersama (GKB) 3 Umsida tengah pekan lalu, Dr Totok Wahyu Abadi MSi, menjelaskan, penelitian ini bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat di Desa Tlasih di Kecamatan Tulangan, perihal popok cuci pakai karena selama ini mayoritas menggunakan popok sekali pakai.
“Kami coba menginisiasi dan mensosialisasikan popok cuci pakai ini ke ibu-ibu dari kader PKK dan yang punya balita di Desa Tlasih. Meski hanya beberapa kader yang diambil riset, setidaknya mereka menyadari ternyata dari popok cuci pakai itu lebih efektif dan efisien. Bayangkan, pospak itu harganya 6-7 ribu. Dalam satu hari 3-4 kali ganti pospak, kalau satu bulan sudah berapa,” ujar Totok.
Totok dan timnya sempat mengalami, betapa awalnya tidak mudah untuk meyakinkan warga agar beralih dari pospak ke popok cuci pakai. Selain menerjunkan mahasiswa, tim dosen Prodi Ikom Umsida juga melakukan sosialisasi kepada ibu-ibu ketika ada agenda Posyandu di balai desa.
“Awalnya ada yang menolak. Dari 100 orang, warga yang menerima 50. Kita kasih. Lalu Posyandu keduanya bulan Oktober dengan ibu-ibu yang lain, mereka yang menerima sekitar 50-an,” ujarnya.
Bagi warga yang menerima, lantas dilakukan survei lanjutan untuk mengetahui penerimaan mereka terhadap poka. Utamanya respons mereka setelah poka dipakaikan kepada putra-putrinya.
“Tanggapan masyarakat positif untuk popok cuci pakai. Meski ada yang bilang bahannya agak panas dan ada talinya sehingga bayi kurang nyaman. Ini jadi bahan evaluasi kita untuk memperbaiki produk kita. Tapi setidaknya ada yang pakai. Dan memang, butuh waktu untuk meyakinkan mereka,” jelas Totok.
“Setidaknya dari hasil riset kita, masyarakat sudah mulai sadar betapa pentingnya penggunaan popok cuci pakai daripada sekali pakai. Paling tidak setelah dipakai, ngompol diambil dicuci,” imbuh dosen metode penelitian sosial ini.
Selain membangun awareness manfaat popok cuci pakai, penelitian yang dilakukan ini juga berbasis pemberdayaan masyarakat. Untuk kewirausahaan, masyarakat dimotivasi memprodusi produk popok reusable yang lebih serta membuatkan merk yang di Haki-kan dengan nama Poca alias popok cuci pakai.
Poca diharapkan jadi alternatif solusi yang dapat mengurangi penggunaan pospak. Sehingga sampah/limbah akibat pospak dapat berkurang. Dampak negatif pada lingkungan juga dieliminir.
Adapun untuk kewirausahaan ini, beberapa ibu PKK yang punya kemampuan menjahit, diberi bantuan berupa mesin jahit. Mereka menjahit di rumahnya masing-masing. Bahan-bahan untuk kain pembuatan popok cuci pakai juga disediakan.
“Ibu-ibu ini menjahit di rumah masing-masing dengan mesin jahit yang sudah kita sediakan. Kita nggak memberi duit, tapi duit hanya untuk biaya produksi. Ibu-ibu yang menjahit, tenaga jahitnya kita beri ongkos jahit,” jelasnya.
Sudah ada 200 Poca diproduksi yang kemudian dilakukan trial test ke ibu-ibu Posyandu dengan balitanya. Mereka mau menerima. Satu orang terima dua poka. Namanya trial test, komentarnya macam-macam. Tetapi setelah mereka mau mencoba. Responsnya ternyata bagus. Bahkan, warga tetangga desa di sana juga berharap tim prodi Ikom Umsida turun ke desa mereka.
“Ini proyek percontohan. Desa Tlasih ini jadi pilot project. Beberapa desa di Tulangan meminta kita kita untuk melakukan sosialisasi. Harapan kita memang desa lain mengikuti,” tambah dia.
Sebagai kontinuitas pemberdayaan, Totok menyebut Poca ini akan diproduksi secara massal. Beberapa ibu PKK siap membantu memproduksi. Termasuk untuk pemasaran, ada anak-anak muda yang membantu melalu media sosial seperti Instagram maupun platform lainnya.
“Alhamdulillah ada beberapa masyarakat yang juga merespons dari popok cuci pakai yang kita produksi dan mereka bantu untuk memasarkan. Ini harganya 12 ribu perlembar, relatif murah daripada popok sekali pakai. Daya tahannya bisa untuk 3-4 kali buang air,” jelasnya,
Melalui riset tersebut, Totok menyebut outcome yang ingin dicapai, selain memebrikan awareness kepada masyarakat perihal penggunaan popok cuci pakai, juga agar produk Poca ini dikenal masyarakat.
“Setidaknya masyarakat tahu caranya bikin popok cuci pakai dengan mesin jahit yang sederhana. Termasuk juga kesadaran ikut menjaga lingkungan. Ini (Poca) memang sangat membantu masyarakat” sambung Totok. (*/hs)