CANDI, SIDOARJONEWS.id – Di Sidoarjo ada satu kampung nelayan yang unik. Berbeda dari kampung nelayan lainnya yang ada di Sidoarjo. Unik karena nelayan di kampung tersebut tidak mencari ikan, melainkan mencari kupang. Kampung ini adalah Kampung Kupang Desa Balongdowo di Kecamatan Candi.
Di Kota Delta yang sebagian warganya bekerja melaut, Tuhan sepertinya memang menyediakan kupang, khusus hanya untuk warga Desa Balongdowo. Dari kupang, mereka bisa mendapatkan penghasilan, hingga hidup berkecukupan.
Kupang bisa diolah menjadi beberapa makanan. Seperti kupang lontong, makanan khas Kota Delta. Selain itu, kupang juga bisa diolah menjadi kerupuk dan petis. Bahkan cangkangnya pun dapat diolah untuk campuran makanan ternak.
Di pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB, bila kita melewati kampung Balongdowo Candi, kita akan mendapati pemandangan yang tidak ada di kampung lainnya.
Dari arah Barat, sebelum sampai di kantor balai desa, kita akan melewati jembatan. Bila menengok ke kanan jalan, kita serasa melihat pasar terapung. Karena perahu yang baru datang dari laut, selalu dikelilingi warga untuk mengambil kupang yang baru datang. Pemandangan seperti itu juga terlihat pada Senin (9/3/2020) kemarin.
“Tiap hari nelayan berangkat setelah Ashar, lalu kembali lagi setelah subuh tiba,” ujar Munir (54) warga setempat.
Biasanya, satu kapal berisi lima (5) orang dengan kebutuhan solar 10 liter untuk pulang pergi. Para nelayan Desa Balongdowo ini mencari kupang di sekitar perairan Desa Kepetingan Buduran, mendekati perairan selat Madura.
Sepanjang tahun, nyaris setiap hari tanpa henti, mereka melaut. Sepulang dari melaut, berkarung-karung kupang bisa mereka dapatkan. Hasil kupang yang diperoleh lalu mereka jual kepada tetangganya sendiri untuk diolah.
Para nelayan biasanya menjual kupang dengan takaran timba. Satu timba kecil kupang rata-rata mereka jual seharga Rp 8 ribu.

Salah satu warga yang kemarin terlihat adalah Jumroh, warga RT 2 RW I. Dengan dibantu suaminya Aslin, mereka berdua kompak mencuci kupang di sungai.
“Kupang ini harus dicuci sampai bersih. Nanti di rumah kami cuci lagi sebelum direbus,” ujar Jumroh.
Umumnya, warga merebus kupang di tengah malam hingga subuh. Butuh waktu sekitar lima jam. Biasanya para pembeli berdatangan di pagi hari.
Kampung Kupang Balongdowo memang telah lama ada. Turun-temurun. Tetapi, kini muncul kekhawatiran karena putusnya generasi penerus. Nelayan dan pengolah kupang kini lebih banyak diisi generasi yang sudah sepuh. Sementara anak-anak mereka kini lebih tertarik memilih bekerja di pabrik.
“Dulu di kampung kami ada sekitar 50 perahu. Sekarang tinggal lima perahu saja karena tidak ada penerusnya. Perahu pun dijual” jelas Munir, warga setempat.
Munir mengaku, dirinya dulu menjadi nelayan kupang ketika usianya masih muda. Namun, sejak lima tahun lalu, ia terpaksa ‘pensiun’ karena dua putranya yang telah bekerja di pabrik, melarangnya melaut. (Satria).