SIDOARJONEWS.id – Praktisi Hukum menilai kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah dimulai dari sistem perpolitikan saat mendaftar sebagai calon kepala daerah atau saat momen elektoral.
Salah satunya, lemahnya integritas dan terjadinya money politik baik untuk parpol sebagai kendaraan, maupun untuk menggaet dukungan masyarakat.
John Dista yang juga Hakim Adhoc Tipikor di Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus memaparkan momentum Pilkada merupakan momen yang ditunggu-tunggu masyarakat untuk memilih sosok calon pemimpin yang bersih.
Namun tak sedikit kepala daerah terpilih tersandung kasus korupsi.
“Kalau kita mau menduga, mengapa kepala daerah sering terindikasi kasus korupsi, dikarenakan ada sistem politik yang keliru di sana,” ujar John Dista, Minggu, (13/9/2020).
Lebih lanjut John menerangkan, sistem perpolitikan yang ada di indonesia pada saat pemilu kepala daerah harus menggunakan partai politik sebagai kendaraanya. Dan bukan rahasia umum lagi, untuk mencari kendaraan juga memerlukan biaya yang tinggi.
“Ketika pejabat tadi sudah keluar sekian uang untuk dicalonkan, maka setelah menjabat apa yang terjadi?, Setidaknya dia akan mengembalikan dulu uang yang pernah dikeluarkan. Nah, saya melihatnya seperti itu,” ungkap John
Di samping kendaraan, calon kepala daerah biasanya tetap memperhitungkan estimasi jumlah dukungan. Namun sayangnya hal itu banyak ditempuh dengan cara money politik.
“Salah satu contoh kongkrit yang keliru ya money politik itu. Dia (calon kepala daerah) harus bayar kan. Money politik kan ada dua bentuk. Bayar ke Partai, bayar juga ke masyarakat. Bukan rahasia umum. Cuma susah pembuktiannya. Ada yang bisa dibuktikan, jika tertangkap bawaslu. Itu pendapat pribadi saya,” tegasnya.
Selain itu, indikasi dugaan korupsi yang melibatkan kepala daerah terletak pada integritas calon. Lemahnya integritas karena dihadapkan pada sistem politik yang ada.
“jangankan kepala daerah. Untuk jadi kepala desa saja mungkin berapa ratus juta yang harus dikeluarkan.Nah, ketika dia sudah terpilih, kemudian menang, otomatis berperilaku yg koruptif. Buktinya banyak kades yang terlibat kasus korupsi,” tegasnya mencontohkan.
Pada intinya, lanjut John, semuanya kembali pada diri calon masing-masing. Jika peraturan perundang-undangan bisa dijalankan dengan baik, maka mereka akan berpikir dua kali untuk melakukan tindak pidana korupsi.
“Untuk para calon. Berpikirlah sebagaimana mestinya. Berusahalah jujur. Tidak usah money politik. Supaya nanti ketika terpilih tidak ada niatan untuk melakukan korupsi,” harapnya.(hadi)