SIDOARJO, SIDOARJONEWS.id — Menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Sidoarjo pada September 2020 mendatang, beberapa nama bakal calon kepala daerah di Kota Delta, mulai bermunculan.
Itu bisa terlihat dari mulai maraknya baliho bergambar bakal calon bupati/wakil yang siap berkontestasi di Pilkada Sidoarjo 2020.
Nah, selama periode akhir Januari hingga awal Februari 2020, Alvara Research Center telah melakukan survei untuk mengukur popularitas dan elektabilitas para tokoh potensial.
Hasilnya, untuk aspek popularitas, nama Ahmad Muhdlor Ali menempati posisi pertama dengan tingkat pengenalan publik sebesar 69,1 persen. Disusul Kelana Aprilianto dengan popularitas sebesar 49,9 persen, lalu Bambang Haryo 29 persen, dan Nur Ahmad Syaifuddin sebesar 20 persen.
Kemudian ada nama Hidar Assegaf sebesar 14,3 persen, Ahmad Amir Aslichin 10,9 persen, dan Bahrul Amig 10,5 persen. Adapun popularitas tokoh-tokoh lainnya di bawah 10 persen.
Untuk aspek elektabilitas (keterpilihan), berdasarkan survei Alvara Research Center, jika Pilkada dilakukan hari ini, Muhdlor masih yang tertinggi dengan 38,7 persen. Selisih elektabilitas Muhdlor dengan pesaing terdekatnya, Kelana, cukup jauh. Yakni sebesar 10,5 persen.
Elektabilitas kandidat lainnya belum ada yang melampaui 10 persen. Seperti Nur Ahmad Syaifuddin 6,4 persen, Bambang Haryo 4,4 persen, dan Achmad Amir Aslichin 1,9 persen. Nama-nama lain masih di bawah itu. Adapun yang belum memutuskan 26,0 persen.
CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali menyampaikan, hasil survei ini menunjukkan efektivitas kerja masing-masing kandidat. “Muhdlor unggul karena kerja masif di tingkat akar rumput dan ketepatan isu yang diusung. Dari hasil wawancara ke responden, belum ada gerak lapangan yang semasif Muhdlor. Kandidat lain lebih bersifat sporadis dan hanya mengandalkan baliho,” ujar Hasanuddin Ali.
Hasanuddin menambahkan, jika nama-nama kandidat dikerucutkan menjadi empat nama, diperoleh elektabilitas tertinggi, yaitu Muhdlor 39,7 persen, Kelana 11,5 persen, Nur Ahmad Syaifuddin 7,1 persen, dan Bambang Haryo 4,7 persen.
“Muhdlor cukup mendominasi pada semua aspek perilaku pemilih. Keunggulannya tersebar cukup merata di semua daerah pemilihan. Rentang popularitas dan elektabilitas Muhdlor juga relatif lebih bagus dibanding kandidat lainnya. Artinya, jika popularitas Muhdlor naik, maka elektabilitasnya juga semakin tinggi,” sambung Hasanuddin Ali.
Hasanuddin menjelaskan, tingkat popularitas dan elektabilitas para kandidat relatif berbanding lurus. Kecuali pada Nur Ahmad dan Bambang Haryo. Meski popularitas Bambang lebih tinggi dibandingkan dengan Nur, elektabilitas Nur ternyata mengungguli Bambang.
Meski demikian, Hasanuddin menggarisbawahi, semua kandidat masih memiliki ruang untuk meningkatkan popularitas-elektabilitasnya. Ini mengingat ada waktu sekitar 7 bulan hingga Pilkada. Jika ingin mengejar Muhdlor, kandidat lain harus semakin intens turun ke lapangan.
“Semua kemungkinan masih terbuka. Bergantung pada kecermatan komunikasi publik, kekuatan jaringan, dan seberapa intens menggarap akar rumput,” ujar Hasanuddin.
Hasanuddin menerangkan, berdasarkan hasil survei, pemilih memilih Muhdlor karena dinilai sebagai tokoh muda yang mencerminkan kebaruan, visioner dan mampu membawa harapan perubahan, serta berlatar belakang santri Nahdlatul Ulama.
Adapun Kelana mempunyai keunggulan di mata pemilih karena dinilai sebagai pengusaha. Sehingga ada harapan bisa memajukan ekonomi Sidoarjo. Sedangkan Nur Ahmad Syaifuddin dipilih karena dinilai berpengalaman di pemerintahan.
Dalam survei ini, Alvara juga mengukur tingkat kepuasan publik. Hasilnya, kepuasan publik Sidoarjo sebesar 55,4 persen. Warga paling tidak puas terhadap program pemberantasan korupsi, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja, dan infrastruktur jalan.
Menurut peneliti Senior Alvara, Harry Nugroho, beberapa isu itulah yang diambil seluruh kandidat dengan mengusung tema perubahan Sidoarjo.
“Sejauh mana bisa meyakinkan publik, itu akan ditentukan oleh efektivitas komunikasi kandidat untuk mencitrakan dirinya. Bahwa mereka akan menerapkan inovasi kepemimpinan yang berbeda dibanding era sebelumnya,” jelas Harry Nugroho.
Temuan survei juga menyebutkan, 91,90 persen responden dekat atau merasa berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama. Kemudian 7,74 persen Muhammadiyah, dan lainnya ormas-ormas agama selain NU dan Muhammadiyah. “Secara sosiologis, kandidat yang mampu mengasosiasikan diri kepada ormas NU relatif lebih bisa diterima masyarakat Sidoarjo,” ujar Harry.
Survei tersebut digelar pada 25 Januari-7 Februari 2020 dengan 1.005 responden yang diambil melalui metode multistage random sampling. Survei ini memiliki margin of error 3,16 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Survei tersebut digelar pada 25 Januari-7 Februari 2020 dengan 1.005 responden yang diambil melalui metode multistage random sampling. Survei ini memiliki margin of error 3,16 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. (ard)