TANGGULANGIN, SIDOARJONEWS.id — Kurang lebih empat bulan telah berlalu sejak pertama kali banjir menggenani Desa Kedungbanteng dan Desa Banjarasri di Tanggulangin. Selama empat bulan pula, warga di kedua desa ini merindukan jalanan yang kering, tidur nyaman di rumah, serta tak bingung mencari air bersih.
Hingga kini, bukannya surut, genangan air justru semakin tinggi. Hal itu disampaikan oleh Liman, salah seorang warga RT 5 Desa Kedungbanteng, Selasa (5/1) kemarin.
“Rumah ini baru saja saya uruk dan tinggikan agar tidak terkena banjir. Sekarang kembali tergenang. Air bukannya surut malah makin tinggi,” ujarnya.
Air yang menggenang tak hanya membuat akses jalan di kedua desa ini terhambat, tetapi juga membuat warga tak nyaman beraktivitas di dalam rumah.
“Bagaimana bisa nyaman? Bangun tidur, turun dari kasur, kaki sudah mencebur di air. Mau mandi dan buang air juga susah. Sumur dan WC tak bisa dipakai lagi,” sambungnya.
Selain menggenangi dalam rumah, banjir juga menggenangi areal persawahan dan kolam ikan warga. Menurut Liman, sebagian besar warga bermata pencaharian sebagai petani dan pembudidaya ikan.
“Sawah-sawah sudah pasti gagal panen. Kasihan para petani. Begitu juga kolam ikan, banyak yang mengalami kerugian,” ujarnya.
Hal tersebut dibenarkan oleh Basori dan Liayaroh. Pasangan suami istri warga RT 3 Desa Kedungbanteng ini harus ikhlas karena gagal memanen ikan lele budidayanya.
“Yang lalu rugi sekitar Rp 25 juta. Kemudian inisiatif kami uruk di samping-samping kolam. Bukannya surut, air banjir malah makin tinggi. Ini kami rugi lagi sekitar Rp 15 juta,” tutur pasutri yang setiap harinya berjualan ikan di pasar ini.
Selain menghancurkan mata pencaharian warga, banjir juga menggenangi sekolah-sekolah dan tempat ibadah.
Meski demikian, sebagian besar warga bersikukuh tetap tinggal di kediamannya. Sebagian lagi, mengungsi ke rumah saudaranya yang juga berada di desa tersebut.
Ariyan misalnya, warga RT 6 Desa Kedungbanteng ini telah mengosongkan rumahnya sejak awal banjir di bulan Oktober 2020 lalu. Ia beserta keluarga mengungsi ke rumah saudaranya yang berada tepat di depan rumahnya.
“Di rumah saudara kebetulan tidak separah rumah kami. Rumah kami banjir hingga setinggi paha,” ujarnya di sela kesibukannya menguruk rumah dengan sirtu pemberian Pemkab Sidoarjo.
Selang empat bulan hidup berdampingan dengan banjir, Pemkab Sidoarjo memberi bantuan berupa sirtu untuk dipergunakan warga menguruk kediamannya. Terlihat di sepanjang jalan, warga kini disibukkan dengan mengangkut sirtu yang diturunkan oleh truk di pinggir jalan untuk dibawa ke dalam rumahnya.
Rumah-rumah yang tadinya tertata rapi dan bersih kini dipenuhi urukan material. Tak hanya itu, karena lantai rumah diuruk hingga ketinggian 50-100cm, kelak mereka harus memikirkan cara meninggikan atap dan kusen pintu. “Nantilah dipikir sambil jalan,” ujar Ariyan. (Affendra)