TURIN, SIDOARJONEWS.id — Cristiano Ronaldo melupakan kegagalan di final Coppa Italia dengan terus mencetak gol di empat pertandingan terkini Juventus. Dini hari tadi, dia mencetak gol free kick saat Juve menang 4-1 atas Torino di pekan ke-30 Liga Italia. Foto: Tempo/Reuters/Jennifer Lorenzini
Di usianya yang kini sudah 35 tahun, ada banyak lembaran manis yang telah tertulis dalam karier sepak bola Cristiano Ronaldo. Bahkan, karena saking banyaknya, rasanya tidak cukup satu dua lembar untuk menuliskannya.
Namun, sehebat apapun karier Ronaldo, dia juga pernah merasakan nestapa. Ronaldo pernah merasakan, sepak bola tak selalu memberinya kenangan manis. Sepak bola pun pernah membuatnya menangis. Sejak ia masih belia, hingga kini di usianya yang sudah senja.
Di usia 19 tahun, Ronaldo pernah merasakan betapa sedihnya kalah di final turnamen besar. Dia ikut menjadi bagian Timnas Portugal ketika kalah dari Yunani di final Piala Eropa 2004. Tragisnya, kekalahan itu terjadi di rumah sendiri. Ketika Portugal jadi tuan rumah.
Di musim terakhirnya bersama Manchester United sebelum pindah ke Real Madrid, Ronaldo juga merasakan getirnya kalah di final Liga Champions 2009. Ketika Manchester United dikalahkan Barcelona 0-2 di Kota Roma.
Ronaldo sempat jadi sasaran perundungan
Pun, kini, di “usia pensiun kebanyakan pesepak bola”, Ronaldo juga masih merasakan betapa menyakitkannya kalah di final lalu melihat tim lawan mengangkat piala.
Itu terjadi pada 18 Juni lalu. Ketika Juventus kalah adu penalti 2-4 (0-0) dari Napoli di final Coppa Italia. Ironisnya, Ronaldo yang siapkan sebagai penendang penalti kelima, justru tidak ikut menendang. Sebab, sebelum gilirannya tiba, adu penalti sudah berakhir. Juve kalah.
Sepekan sebelumnya, Ronaldo juga jadi sorotan. Dia jadi olok-olokan di media ketika gagal memasukkan bola dari titik penalti saat Juve melawan AC Milan di semifinal yang berakhir 0-0. Sepakannya membentur tiang gawang. Untung saja, Juve lolos ke final karena unggul agregat.
Namun, laga di Coppa Italia itu membuat Ronaldo lantas di-bully di media. Termasuk oleh penggila bola di Indonesia. Ada banyak komentar nyinyir yang bahkan melecehkan Ronaldo di media sosial.
Malah, mantan penyerang Timnas Italia, Luca Toni dalam wawancara dengan Rai Uno yang dikutip Football Italia, menyebut Ronaldo tidak bisa men-dribble bola di laga melawan Napoli.
“The Portuguese is in difficulty physically and he can’t even dribble a man.” Begitu kata Toni seperti dikutip dari football-italia.net.
Bagi pemain yang beberapa kali meraih gelar pemain terbaik dunia, tudingan itu bak sebuah penghinaan. Bagaimana bisa, pemain yang telah meraih hampir segalanya di sepak bola, malah disebut seperti itu. Seolah sama sekali tidak ada penghormatan.
Memang, Toni ikut menjadi bagian Timnas Italia kala memenangi Piala Dunia 2006. Dia juga pernah menjadi top skor Liga Italia. Tapi, ketika dulu bermain, Toni bukan tipikal pemain yang “bisa” mendribel bola. Lha wong kebanyakan gol-golnya dari sundulan dan juga di kotak penalti.
Move on dengan terus mencetak gol di empat laga beruntun
Tapi, berangkat dari momen pahit dan pelecehan inilah, Cristiano Ronaldo justru menunjukkan kebesarannya. Dalam hal move on dari kegagalan, Ronaldo memperlihatkan mengapa dirinya pantas jadi panutan pemain-pemain muda di sepak bola.
Kekuatan mentalnya untuk move on dari episode buruk dan membalas perundungan (bullying) dengan serangkaian hasil bagus di lapangan itu pula yang membuat CR7–julukan Ronaldo, disukai dan diidolakan banyak orang.
Memangnya, Ronaldo ngapain usai episode menyakitkan kekalahan di final dari Napoli yang membuatnya kalah beruntun di laga puncak Coppa Italia?
Setelah kekalahan dari Napoli di final Coppa Italia itu, Ronaldo seperti tidak mau membiarkan nestapa menghampirinya. Dia terus mencatatkan namanya dalam daftar score sheet. Ronaldo terus mencetak gol di empat pertandingan terakhir di Liga Serie A Italia.
Lima hari usai kekalahan dari Napoli itu, Ronaldo membawa Juventus menang 2-0 atas tuan rumah Bologna (23/6). Dia mencetak satu gol dari penalti. Gol yang seperti menjadi penegas. Bahwa, kegagalannya mengambil penalti saat melawan Milan, hanya karena dirinya sedang sial.
Empat hari berselang, dia kembali membuat satu gol dari titik penalti saat Juventus menang telak, 4-0 atas Lecce. Lantas, di awal Juli, Ronaldo mencetak gol keren dari luar kotak penalti ketika Juve menang 3-1 atas Lecce.
Gol itu seolah menjawab nyinyiran Luca Toni bahwa dia bermasalah dengan kondisi fisik dan juga olah bolanya. Sebab, sebelum mencetak gol, Ronaldo membawa bola dari tengah lapangan dan melindunginya dari beberapa pemain Genoa, sebelum melepas tendangan roket.
Dan, Minggu (5/7) dini hari tadi, Ronaldo kembali jadi lakon utama saat Juventus mengalahkan Torino 4-1 di laga derby Turin. Ronaldo mencetak satu assist dan satu gol.
Nah, yang menarik, satu gol Ronaldo tercipta melalui tendangan bebas. Pemain yang identik dengan kostum nomor 7 ini akhirnya kembali bisa mencetak gol dari free kick. Sebelum gol itu, Ronaldo tidak pernah lagi mencetak gol free kick di klub dalam 42 kali percobaan.
Ronaldo melakukannya tanpa teknik knuckle shot (tendangan yang membuat bola melayang di udara dan titik jatuh bola saat mendekati gawang akan berubah) yang selama ini dia lakukan.
Gol Ronaldo ke gawang Torino ini mirip dengan yang dicetak Ronaldo ke gawang Spanyol pada Piala Dunia 2018 lalu. Dia melakukannya dengan akurasi dan penempatan bola yang tepat.
Tapi, apapun teknik tendangannya itu, Ronaldo jelas gembira dengan gol itu. Ternyata, di usia 35 tahun, dia masih bisa melakukannya. Dalam tayangan ulang, terlihat jelas betapa gembiranya Ronaldo. “I love this feeling” tulis Ronaldo di akun twitternya.
Gol ini juga menjadi koleksi ke-25 nya di Liga Italia musim ini. Lebih baik dari pencapaiannya di musim perdananya lalu dengan 21 gol. Ronaldo kini menjadi pemain pertama Juventus yang mencetak 25 gol di Serie A sejak Omar Sivori pada musim 1960-61 lalu.
Ya, setelah hampir 60 tahun, Juve baru punya lagi pemain yang bisa mencetak 25 gol di liga. Dan itu dilakukan oleh pemain yang sudah berusia 35 tahun.
Ronaldo on fire, Juventus on the track meraih Scudetto
Penampilan Ronaldo yang on fire, jelas membahagiakan fans Juventus. Sebab, sejak Liga Serie A kembali diputar pada 23 Juni lalu setelah libur tiga bulan akibat pandemi Covid-19, Juve bersaing ketat dengan Lazio dengan hanya berselisih satu poin.
Ya, di masa mendebarkan dengan liga menyisakan 12 pertandingan, Juve beruntung memiliki penyerang sekelas Ronaldo. Dia membuktikan bahwa dirinya memang pantas diandalkan. Gol-golnya membantu Juve melaju kencang di jalur perburuan gelar Scudetto.
Bila pada 26 Juli lalu, selisih poin Juve dan Lazio hanya satu poin, berselang 12 hari kemudian, selisih poin kini melebar menjadi 7 poin. Juve kini memimpin klaseme dengan 75 poin. Sementara Lazio 68 poin.
Pasalnya, ketika Juve menang beruntun dalam empat pertandingan, Lazio justru kalah dua kali. Termasuk kekalahan 0-3 dari AC Milan di Olimpico pada Minggu (5/7) dini hari.
Lazio merasakan pentingnya memiliki pemain bermental pemenang seperti Ronaldo dalam situasi mendebarkan seperti ini. Sialnya, mereka tidak memiliki pemain seperti Ronaldo.
Kini, Liga Italia tinggal menyisakan delapan pertandingan. Selisih 7 poin yang dimiliki Juve, tentu akan sulit dikejar oleh para rivalnya. Apalagi dengan fakta, Ronaldo tengah haus gol seperti sekarang.
Tentu saja, mengetahui kabar Ronaldo mencetak gol, itu bukan hal mengejutkan. Itu sudah tugas rutinnya. Meski kini usianya sudah 35 tahun. Namun, yang tidak diketahui banyak orang, Ronaldo melakukannya setelah move on dari situasi sulit.
Bagi Ronaldo, menang, kalah, gagal, atau juara, itu urusan biasa dalam olahraga. Seperti bahagia dan sedih yang datang silih berganti dalam hidup. Bahwa, seperti hidup, panggung olahraga juga berputar dinamis. Kadang berjaya. Kadang merana.
Toh, bila pun merasakan kegagalan, seperti kata The Beatles, cukuplah mengucap mantra sakti: “Let it be…let it be…let it be”.
Biarkan itu berlalu. Bahwa, bagi orang-orang yang percaya hidup itu bergerak naik turun dan kembali naik, kesalahan di masa lalu sejatinya tidak perlu diratapi. Cukuplah kesalahan itu menjadi penuntun untuk menemukan semangat baru.
Sebab, selalu ada kesempatan untuk membuat cerita baru di lain waktu. Selalu ada kesempatan kedua, ketiga dan seterusnya bagi mereka yang mau belajar dari kesalahan. Ronaldo telah melakukannya. Salam. (Hadi Santoso)
sumber : https://www.kompasiana.com/hadi.santoso/5f01567f097f3630d263de12/cristiano-ronaldo-melupakan-nestapa-seperti-lagu-let-it-be