KOTA, SIDOARJONEWS.id — Ada banyak masyarakat di Sidoarjo yang terdampak pandemi Covid-19. Tidak terkecuali pengrajin batik yang ada di Kota Delta. Sebab, seperti halnya pelaku UMKM, bila sepi pembeli, bisnis akan terjun bebas. Bila tidak ingin tergilas pandemi, mereka harus pandai berinovasi.
Itu yang dilakukan Pengrajin Batik Al-Huda Sidoarjo, Nurul Huda. Di masa pandemi, batik Al-Huda masih tetap bertahan. Bahkan, tidak ada karyawannya yang dirumahkan.
Huda memang terbantu karena nama dan kualitas batiknya yang sudah terkenal. Dia bercerita, sebelum masa pandemi Covid-19, tepatnya akhir tahun 2019 lalu, pihaknya mendapat orderan batik dengan jumlah tidak sedikit.
Namun, dia mengakui, situasi pandemi terasa sulit bagi para pengrajin batik. Karena memang, batik bukan kebutuhan utama masyarakat seperti permakanan maupun obat-obatan.
Situasi sulit tidak menyurutkan semangatnya. Terlebih, dia punya 50-an karyawan yang perlu dihidupi. Karenanya bisnis rumahan ini tetap mampu memproduksi batik.
“Kami bisa kembali menerima order setelah beberapa bulan pandemi. Meskipun tak sebanyak sebelum pandemi, kami tetap melayani. Terkadang ada 100, 50, dan bahkan ada yang 20 potong,” ujar Nurul Huda, Sabtu (3/10).
Salah satu yang membuat Batik Al-Huda dicari adalah karena coraknya. Nurul Huda memasukkan ikon Sidoarjo dalam produksi batiknya. Dia ingin mengenalkan warisan budaya yang ada di Sidoarjo.
Huda menjelaskan, ada tiga ciri khas yang menjadi ikon Sidoarjo. Yakni beras utah (tumpah), kembang tebu dan udang bandeng. Menurutnya, beras utah (tumpah) merupakan kekayaan alam yang ada di Sidoarjo. Kabupaten Sidoarjo merupakan daerah terpencil di Jawa Timur.
Dulunya, Sidoarjo memiliki dua pabrik penggilingan beras yang berukuran besar. Diperkirakan mencapai puluhan hektar. Pabrik berukuran besar tersebut memiliki cerobong yang menjulang keatas.
“Kalau sekarang jumlah penduduk di Sidoarjo sudah mencapai jutaan jiwa. Dlu, masih sekitar puluhan ribu warganya. Jadi, jarak antara satu rumah ke rumah lain bisa jadi 1 kilometer,” ucap Huda.
Nah, keberadaan dua pabrik penggilingan beras berukuran besar yang ada di Sidoarjo tentu berdampak pada penghasilan beras. Hingga akhirnya beras berhasil dijual ke daerah daerah lain. “Dulu kita kaya akan berasnya. Makanya sampai tumpah-tumpah,” tambahnya.
Kabupaten Sidoarjo juga dikenal dengan kembang tebu. Pada zaman kolonial Belanda, ada sekitar lima pabrik tebu (gula) yang ada di Sidoarjo. Seperti di Krian, Tulangan, Candi, Krembung dan Tarik. Tak ayal, keberadaan pabrik tebu membuat Sidoarjo kaya akan gulanya. “Karena orang dulu buta huruf, maka diekspresikan lewat tulisan maupun relief. Seperti kain batik ini,” jelasnya.
Di sisi yang lain, kabupaten Sidoarjo juga identik dengan penghasil udang dan bandeng. Sidoarjo lebih dikenal dengan kawasan Delta (air). Daerah yang menjadi penyangga Kota Surabaya dan dikenal memiliki banyak tambak, salah satu penghasil tambak adalah udang dan bandeng.
“Pokoknya desain apapun, salah satunya saya masukkan ciri khas Sidoarjo. Karena para turis yang berkunjung ke Sidoarjo akan bangga dengan icon yang ada. Ini lho saya pernah ke sidoarjo,” jelasnya seraya menunjukkan kain batik hasil produksinya. (Syaikhul Hadi).