JUANDA, SIDOARJONEWS.id – Bupati Sidoarjo nonaktif, Saiful Ilah dituntut empat tahun penjara dan denda senilai Rp.200 juta.
Saiful Ilah, oleh jaksa dinyatakan bersalah telah menerima sejumlah uang dari seorang kontraktor sebagai bentuk hadiah karena telah menerima sejumlah proyek.
Saiful ilah dijerat pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001, juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa KPK, Arif Suhermanto dalam sidang pembacaan tuntutan, mengatakan Saiful Ilah secara sah meyakinkan telah menerima sejumlah uang total Rp.600 juta dari seorang kontraktor sebagai bentuk hadiah karena telah menerima dan menyelesaikan empat proyek.
“Menuntut terdakwa selama empat tahun penjara dengan denda senilai Rp.200 juta, dan subsidair selama enam bulan penjara,” ujar Arief Suhermanto dihadapan ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin, (14/9/2020).
Adapun hal yang memberatkan Saiful Ilah, lanjut Arief, sebagai penyelenggara negara terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi. Saiful Ilah juga dirasa mencederai masyarakat karena tidak menjalankan amanah sebagaimana mestinya.
“Terdakwa juga tidak mengakui perbuatannya, dan terkesan berbelit-belit dalam menyampaikan keterangannya,” tegas Arief.
Sedangkan hal-hal yang meringankan, terdakwa sudah berusia lanjut.
Sidang akan digelar pada pekan depan dengan agenda pledoi (pembelaan) terdakwa.
Terkait tuntutan tersebut, Penasehat Hukum Saiful Ilah, Syamsul Huda mengatakan akan mengajukan nota pembelaan pada sidang berikutnya. Namun, lanjutnya, Jaksa Penuntut Umum lebih banyak menafsirkan fakta.
“Padahal pidana korupsi berkaitan erat dengan sesuatu yang terang benderang. Baik alat bukti, fakta, perbuatannya, maupun rangkaian perbuatannya,” ujar Syamsul Huda.
Menurutnya, banyak sekali yang disampaikan JPU KPK terkait alat bukti petunjuk untuk menuntut terdakwa. Padahal KPK memiliki power yang kuat untuk mencari alat bukti yang kuat. “Nanti pledoi akan kami sampaikan. Baik fakta, peristiwa dan rangkaian peristiwanya,” tegasnya.
Dia mencontohkan seperti yang disebutkan Jaksa KPK, bahwa ada perbuatan sempurna (voltooid) terkait penerimaan sejumlah uang. Padahal, lanjut Syamsul Huda, uang senilai Rp.350 juta itu diterima Budiman (alm) yang juga ajudan bupati.
“Bagaimana ini bisa dikatakan perbuatan sempurna. Yang menerima bukan saudara Saiful Ilah. Tapi Budiman. Hampir semua kasus yang ditangani KPK perbuatan sempurnanya nampak sekali. Bagaimana uang itu diberikan, bagaimana uang diterima, berapa jumlahnya, apakah berkaitan dengan komitmen, berapa persen dari proyek, dan sebagainya. Sedangkan ini tidak ada sama sekali,” tegasnya.(hadi)