KOTA, SIDOARJONEWS.id — Dari tahun ke tahun, permasalahan kemacetan di beberapa titik di wilayah Sidoarjo, belum bisa terurai. Beberapa titik kemacetan seperti Aloha, Perempatan Gedangan, dan Jalan Raya Waru bahkan terasa semakin padat jumlah kendaraannya.
Sebenarnya, permasalahan kemacetan tidak hanya terjadi di Sidoarjo. Kota-kota lain di Indonesia juga mengalami masalah serupa. Umumnya, beberapa cara yang digunakan untuk mengatasi kemacetan antara lain melakukan pembatasan volume kendaraan seperti yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta atau melakukan pelebaran jalan, hingga menerapkan sistem transportasi cerdas dan terintegrasi seperti yang dilakukan Pemkot Surabaya.
Di Surabaya, selain menambah ruas jalan, Pemkot Surabaya juga memiliki SITS (Smart Intelligent Transport System) sejak beberapa tahun yang lalu. Salah satu keunggulan SITS adalah adaptif traffic lightnya. Traffic light yang telah terkoneksi dengan SITS, dapat mengatur lama menyala setiap lampunya berdasarkan kepadatan lalu lintas.
Bahkan bila dibutuhkan, petugas di kantor SITS dapat mengintervensi traffic light secara langsung. Dengan demikian, lalu lintas dapat lebih lancar dibandingkan dengan menggunakan traffic light konvensional.
Di Sidoarjo sendiri, sistem serupa masih belum ada. Meski, sejak tahun 2019, Kota Delta mencanangkan diri sebagai Kota Cerdas. Tentu saja masyarakat yang sudah lelah dengan kemacetan mengharapkan gebrakan cerdas di Sidoarjo.
“Ruas jalan di Sidoarjo ini tidak terlalu luas. Padahal menjadi kota penghubung antara Surabaya – Malang. Apalagi setelah Surabaya memiliki frontage road di A. Yani, volume kendaraan semakin banyak yang tertampung. Begitu masuk Sidoarjo, jalannya menyempit, alhasil terjadilah kemacetan,” ujar M. Agung, pengendara sekaligus anggota Grab Shadow Rider Community, Rabu (7/10).
Agung juga menyoroti kurang tertatanya sistem lalu lintas di beberapa persimpangan di Sidoarjo sehingga menambah kemacetan di titik-titik tersebut. Penerapan sistem transportasi cerdas dan terintegrasi disebutnya akan menjadi titik terang yang diharapkan masyarakat agar Sidoarjo. Sehingga mobilitas warganya dapat lebih baik lagi serta berujung pada pergerakan ekonomi yang lebih baik lagi.
“Sidoarjo tidak sebesar Surabaya. Sehingga menurut saya untuk pengadaan peralatan pendukung sistem transportasi cerdas dan terintegrasi tidak sebanyak di Surabaya. Harusnya masih memungkinkan,” ujarnya. (Affendra)