KOTA, SIDOARJONEWS.id — Merebaknya isu pungutan liar (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang menjerat kepala desa (Kades), membuat sebagian dari mereka ogah untuk menjalankan program tersebut.
Lewat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), PTSL merupakan Prioritas Nasional. Program serentak yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan hak atas suatu tanah milik masyarakat secara gratis.
Namun, seiring merebaknya kasus pungli yang menjerat beberapa kepala desa, tak sedikit dari mereka yang tidak mau menjalankan program tersebut.
Menyikapi hal itu, Ketua Komisi A DPRD Sidoarjo, Sullamul Hadi Nurmawan buka suara terkait banyaknya kades yang masih enggan melaksanakan PTSL. Menurutnya, kades tersebut takut karena kebiasaan lama masyarakat, yang sering memberikan uang kepada para pengurus.
“Banyak juga kades yang berharap dapat program PTSL. Terkadang bisa jadi, kades mencoba bersikap jujur. Namun oknum di baliknya berusaha memanfaatkan celah atau yang lainnya,” ujarnya.
Menurut politisi dari PKB ini, budaya memberi kepada pengurus yang melekat di masyarakat ini, perlu dipisah. Sebab, jika terus disamakan maka besar kemungkinan praktek pungli akan terus merebak.
Sehingga, hal ini juga akan berdampak bagi perangkat daerah maupun jajaran yang mempunyai kejujuran untuk ikut bermain di dalamnya.
“Memang situasinya begini. Kenapa mereka menjadi takut, karena adat memberi kepada petugas dan peraturan itu masih belum bisa dipisah. Seperti halnya memberi pesangon kepada perangkat yang menguruskan hak waris. Tapi jika dilakukan di PTSL sudah pasti itu salah,” ungkapnya.
Menurut Gus Wawan, panggilan akrab Sullamul Hadi Nurmawan, agar program nasional ini dapat berjalan sesuai dengan aturannya, sebaiknya adat memberi dan peraturan yang tertulis tersebut bisa dipisakan dari pola pikir perangkat daerah.
Namun di sisi lain, dirinya juga berpendapat jika perangkat daerah sudah sering menerima uang pesangon seperti itu, maka secara langsung akan mempengaruhi pola pikir dan cara kerjanya.
“Seandainya tidak ada biaya tambahan sama sekali di luar yang diatur oleh negara, bisa jadi kerjanya juga menjadi lambat. Seperti ngurus ahli waris, administrasi, dan lainnya. Jika tidak mendapat fee, kerjanya juga akan berpengaruh,” sambung wakil rakyat yang hobi sepak bola dan futsal ini.
Gus Wawan memberikan saran kepada kepala desa yang masih enggan menjalankan program PTSL karena takut terjangkit pungli. Dirinya meminta kepada dinas terkait untuk membuatkan Perpub atau aturan baru memberikan insentif dan homorarium.
“Paling penting itu jika mau terhindar jangan pernah menerima gratifikasi. Kuncinya di situ. Karena tupoksinya sudah beda. Jadi bisa dibuatkan peraturan baru berupa Perbup. Tentang insentif atau honoralium yang memang bisa mencegah gratifikasi,” tuturnya.
“Tidak usah takut, diserahkan saja kepada yang bersangkutan. Artinya kepala desa, atau perangkat desa hanya menjalankan sesuai topoksinya. Jalankan tugas yang aman. Kalau ada konteks tanggung jawab diluar hal itu, biar yang menyelesaikan pemilik tanah saja,” imbuh politisi asal Kecamatan Sukodono ini.(Luqman)